Previous Post
Archives
Ukhwah.com :: Top Blog
Temanku Musuhku
Monday, May 21, 2007
Anak adalah buah hati, kembang esok dan hari ini, harapan masa depan. Kembang ini harus dijaga baik-baik dan harus senantiasa diarahkan dengan baik pula. Akan tetapi kesibukan orang tua bekerja dan melalaikan kewajiban demi memperturutkan hawa nafsu mereka, bisa menyebabkan bertambahnya persoalan dan problematika. Suatu saat kelak ia hanya menuai badai kebinasaan.

Bara', Muhammad dan Badar adalah tiga bersau-dara yang lagi tumbuh di tengah keluarga karir metropolitan. Setiap orang sibuk dengan pekerjaannya dan berjalan menurut garis yang telah ditetapkan oleh ayah mereka. Mereka mengumpulkan harta kekayaan dan mengikuti motto ayah mereka, "Seribu dinar harus bisa melahirkan seratus ribu dinar, seratus ribu dinar harus bisa menjadi satu juta dinar."

Dirham atau uang adalah segalanya di zaman materi sekarang ini. Mereka menjunjung tinggi semboyan: "Satu sen punyamu harus berbunga satu sen." Lalu bagaimana dengan uang jutaan dinar?

Banyak sudah uang yang mereka kumpulkan, warnanya juga sudah beraneka ragam, hijau, merah dan lainnya.

Ayah sibuk mengurus pekerjaan dan kekayaannya. Proyeknya banyak di sana sini, selalu berpergian ke sana kemari. Ia jarang berkumpul dengan keluarganya. Hanya bertemu saat mau tidur saja.

Para pemuda itu lambat laun mulai menyimpang, mereka mulai jarang berpikir. Mulai begadang dari malam hingga pagi. Mereka menjadi pemalas dan suka menghambur-hamburkan harta. Berganja, main musik, berteriak-teriak, begadang malam menjadi kebiasaan mereka. Mulailah mereka melalaikan pekerjaan mereka. Mereka tidur di siang hari dan begadang pada malamnya bersama anak-anak nakal.

Dalam kondisi seperti itu laba perusahaan anjlok. Order semakin sedikit, kondisinya mulai parah. Se-mentara si ayah tidak melihat, tidak mendengar dan tidak berkomentar karena sibuk dengan pekerjaannya yang lain dan sibuk pergi ke sana kemari.

Adapun anak-anaknya begadang setiap malam... kawan-kawannya yang jahat terus memanfaatkan mereka, setiap malam naik mobil baru dengan teman-teman baru... kerjanya berjalan-jalan dan cuci mata, tiap hari keluar entah kemana tak tentu arah.

Pada suatu malam, ketika hendak pulang ke ru-mah di bawah bayang-bayang malam yang gelap. Semua orang berjalan pelan supaya selamat sampai tujuan. Adapun para pemuda ini mereka menyalakan tape mobil keras-keras dan supirnya turut bernyanyi dengan suara yang keras. Mereka mengikuti irama lagu seolah-olah mereka orang yang tak sadarkan diri se-perti orang mabuk. Semua orang memberi isyarat lampu tinggi agar mereka berhati-hati dan dapat menghin-dari bahaya kecelakaan. Namun mereka justru menambah kecepatan dan bertambah ngawur. Dalam kondisi seperti itu mereka dikejutkan dengan munculnya sebuah mobil di depan mereka secara tiba-tiba. Mereka berusaha menghentikan mobil sekuat tenaga, namun apa daya, kecelakaan tidak bisa dielakkan. Terjadilah kecelakaan maut itu! Tiga pemuda bersaudara tadi tewas seketika menjadi mayat yang kaku!!

(SUMBER: SERIAL KISAH-KISAH TELADAN, MUHAMMAD SHALIH AL-QAHTHANI sebagai yang dinukilnya dari buku, Dima' 'Alath Thariq, Shalah Salim Baduwailan)
posted by remaja kini @ 5:00 PM   |
Islamnya Olive Robinson
Olive Robinson datang mengunjungi kerajaan Saudi Arabia dua tahun yang lalu dan bekerja di sana. Adapun keinginan masuk Islam telah terbetik semenjak delapan tahun lalu. Namun baru dapat ia laksanakan tujuh bulan yang lalu. Dari pembicaraan ini akan kita ketahui bagaimana ia memeluk agama Islam dan bagaimana ia dapat menyelesaikan berbagai problemnya setelah masuk ke dalam Islam.

Seorang reporter majalah al-Jundi al-Muslim bertanya, "Bagaimana kisahmu masuk Islam?" Oliver berkata, "Kisahku dengan Islam dimulai sejak tahun 1992 di mana waktu itu aku bekerja untuk sebuah yayasan Nasrani yang mengutusku ke kota kecil Afrika Selatan yang bernama Malawy. Aku terpaksa menerima tugas tersebut sebab suamiku baru saja meninggal karena penyakit kanker dan meninggalkan dua orang anak perempuan. Yayasan inilah yang menafkahi kedua anakku itu dan menanggung semua kebutuhan mereka selama aku pergi bertugas, karena waktu itu gajiku masih terlalu sedikit belum mencukupi kebutuhan. Dari sinilah bermula kisah tersebut.

Di negeri ini ada seorang anak kecil muslim bersama beberapa ekor kambing. Ia mengetahui kondisiku. Dengan tanpa aku minta, ia selalu membawakan susu kambingnya untukku dan beberapa butir telur setiap hari. Dari sini aku berfikir tentang Islam, "Bagaimana orang-orang di sini mengetahui kebaikan? Bagaimana anak sekecil ini memberikan pelayanan yang baik kepada orang yang berlainan agama dengannya?" Aku berfikir tentang Islam dengan akalku sendiri, bahwa mayoritas penduduk Malawy beragama Islam. Walau aku bukan seorang muslimah, namun mereka tetap memberikan bantuannya kapan saja aku butuhkan. Ini semua membuatku berfikir secara mendalam tentang Islam."

Reporter tersebut bertanya, "Anda datang ke Kerajaan Saudi Arabia yang merupakan negeri Islam, setelah anda melihat negeri ini, apa yang membuat anda tertarik tentang Islam?"

Olive berkata, "Shalat. Inilah yang pertama dan yang paling mendorongku masuk ke dalam Islam. Aku melihat di rumah sakit, di mana-mana orang-orang melakukan shalat berjamaah baik banyak maupun sedikit. Demikian juga halnya di kamar-kamar, para pasien melakukan shalatnya sendiri-sendiri dan para wanita pergi ke tempat tersendiri untuk melaksanakan shalat. Dan yang lebih aneh lagi, aku melihat di bandara para musafir membentangkan sajadahnya di lantai bandara untuk menunaikan shalat. Ini merupakan cara yang sangat mudah dalam melakukan ibadah yang membuat diriku tertarik. Sebab ini semua berbeda dengan beban yang aku dapati di gereja.

Demikian juga yang membuatku kagum yaitu rutinitas seorang muslim dalam melakukan shalatnya. Ada salah satu hal penting yang aku sukai di negara Saudi ini dan memberikan pengaruh yang mendalam dalam jiwaku, yaitu bakti seorang anak terhadap kedua orang tuanya. Kamar-kamar rumah sakit dipadati oleh pasien yang berusia lanjut, kamu lihat anak-anak mereka setiap saat menunggui mereka dan berusaha mendapatkan keridhaan orang tuanya yang sedang terbaring sakit. Berbeda dengan masyarakat materialis barat yang tidak menghormati kedua orang tua."

Reporter bertanya, "Apakah kedatanganmu dari masyarakat Nasrani barat ke masyarakat muslim timur berpengaruh dalam meredakan pergolakan anti Islam dalam diri anda?"

Olive menjawab, "Sebenarnya tidak ada pergolakan seperti itu dalam diriku. Sebab sebelum berangkat ke Saudi aku sudah mempunyai tekad yang kuat untuk memeluk agama Islam. Bahkan aku memilih negara Saudi sebagai tempat awal keislamanku, karena di negara ini terdapat kiblat kaum muslimin dan pelaksanaan hukum Islam secara nyata. Aku sengaja memilih bekerja di negara ini sebagai tempat awal keislamanku."

Reporter, "Kebanyakkan mereka yang masuk ke dalam agama Islam ditolak dan dibenci oleh keluarga dan teman-teman lama mereka dan terkadang mereka berusaha untuk menekannya. Bahkan sebagian mereka ada yang memutus tali kekeluargaan. Apakah ketika anda masuk Islam juga mendapat penolakan dari keluarga anda?"

Olive, "Keluargaku menyambut baik dan mengucapkan selamat atas langkahku ini. karena sejak awal mereka sudah mengetahui bahwa aku sedang menempuh jalan menuju Islam. Aku menceritakan kepada mereka bagaimana kekagumanku terhadap Islam, kaum muslimin dan kehidupan mereka. Dua orang keluargaku ikut membaca al-Qur'an untuk mengetahui tentang Islam. Pada saat libur musim panas, aku mengunjungi Markas Islam di Afrika Selatan.

Salah seorang anak gadisku setiap hari pergi bersamaku untuk mempelajari agama baru ini. Demikian juga ibuku sekarang menyaksikan beberapa film Ahmad Deedat yang mendakwahkan Islam dan menjelaskan kekeliruan agama Kristen yang sudah diubah-ubah."

Reporter, "Biasanya seseorang yang baru masuk Islam menemui berbagai problem dari teman-teman lamanya, terutama di tempat kerja. Bagaimana sikap anda menghadapinya?"

Olive, "Benar, banyak problem yang muncul, namun berkat pertolongan Allah aku mampu menghadapi semua problem dan tekanan itu. Aku senantiasa berdoa agar Dia mengokohkanku. Dan memang setelah beberapa hari setelah keislamanku, aku rasakan bahwa sekarang aku menjadi lebih kuat dan aku tidak lagi perhatian terhadap urusan-urusan yang tidak penting tersebut. Keyakinanku dalam Islam sudah semakin dalam. Alhamdulillah."

Reporter, "Bagaimana kondisi Islam di Afrika selatan?"

Olive, "Disini Islam tersebar dengan pesat. Markas-markas Islam banyak bermunculan. Aku pernah mendatangi markas yang sekarang dipimpin oleh Syaikh Ahmad Khan setelah Syaikh Ahmad Deedat harus beristirahat karena sakit (sekarang sudah wafat, rahimahullah-red). Markas ini memberikan berbagai bantuan; santunan anak yatim, membantu fakir miskin, membuka Ma'had Tahfizhul Qur'an dan mengadakan taklim agama. Pada markas yang aku datangi tersebut terdapat 19 orang anak yatim semua kebutuhan mereka ditanggung oleh markas. Mayoritas umat Islam di sini adalah imigran dari India dan ditambah dengan penduduk pribumi."

Reporter, "Menurut pandangan anda sebagai seorang muslimah yang baru, bagaimana cara berdakwah terbaik yang menurut anda sangat berpengaruh dan mendorong anda masuk ke dalam Islam?"

Olive, "Dengan memberikan buku, memperkenalkan Islam pada orang lain dengan tanpa ada pengaruh dan paksaan terhadap orang tersebut, yaitu dengan cara pendekatan. Demikian juga memberikan suri tauladan yang baik merupakan dakwah yang paling berpengaruh. Aku terkesan dengan pasien yang diopname di rumah sakit namun ia selalu menjaga shalatnya.

Demikian juga dengan bakti para anak terhadap ayah dan ibu mereka. Itu semua merupakan dakwah kepada Islam dengan tanpa kitab dan kaset, tetapi dengan memberikan contoh yang baik dalam bergaul sebagaimana yang diperintahkan oleh agama yang agung ini."

Reporter, "Coba ceritakan kisah teraneh yang anda jumpai sejak masuk Islam."

Olive, "Beberapa waktu yang lalu, aku pernah bersedekah 1000 riyal kepada salah orang non muslim sebelum aku pergi berlibur. Ia membutuhkan bantuan tersebut untuk mengunjungi ibu yang sedang sakit. Namun teman-temanku menyesali tindakanku tersebut. Mereka mengejekku bahwa uangku tidak akan kembali. Namun aku katakan kepada mereka, 'Aku melakukannya di jalan Allah.' Dua hari kemudian aku membawa koperku pergi ke bandara Abha menuju Afrika Selatan. Aku terkejut ketika pegawai bandara memberitahuku bahwa berat koperku melebihi batas berat yang telah ditentukan. Oleh karena itu aku harus membayar 1300 riyal untuk berat yang berlebih itu. Ia memperhatikanku dan berbisik, 'Apakah anda seorang muslimah?' pertanyaan ini ia ajukan setelah ia melihat penutup kepala yang aku kenakan. Aku jawab, 'Benar, aku baru masuk Islam beberapa bulan lalu.'

Pegawai tersebut tersenyum dan berkata, 'Kalau begitu anda tak perlu membayar dendanya, anggap saja ini merupakan hadiah dari bandara untuk anda.'

Aku teringat uang yang aku berikan kepada orang yang memerlukannya kemudian orang-orang menyesali tindakanku. Ingin rasanya aku menceritakan kisah ini agar mereka tahu bahwa setiap kebaikan yang dilakukan tidak akan sia-sia. Ia akan menjumpainya di sisi Allah SWT."

Reporter, "Sebagai penutup pembicaraan kita, kami ucapkan terima kasih kepada anda yang rela menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan. Semoga Allah SWT mengokohkan keislaman kita hingga kita menemuiNya."

(SUMBER: KISAH-KISAH TELADAN, Muhammad Shalih al-Qahthani, sebagai yang dinukilnya dari Majalah al-Jundi al-Muslim )
posted by remaja kini @ 4:58 PM   |
Kalian Tertawa Dan Takdir Pun Tertawa
Sang pemeran cerita menuturkan kisahnya dan berkata, "Aku menikah dengan seorang lelaki setelah kematian istrinya yang meninggalkan seorang anak perempuan buah hubungan bersamanya yang baru berumur empat tahun. Dia sangat mencintai putrinya dan selalu mengenang sang ibu. Hal itu membuatku merasa dengki kepadanya. Berapakali aku berusaha dengan berbagai cara dan muslihat untuk memalingkannya dari hal itu, tapi aku tetap saja tidak berhasil. Dia memberi perhatian yang luar biasa kepada putrinya. Sampai-sampai ketika anak itu jatuh sakit, dia pun membawanya ke dalam ranjang kami dan menempatkannya di antara aku dan dia, dan sesekali dia mengelus-elusnya sambil berkata, "Duhai pengganti ibu dan bapakku."

Aku menggerutu di dalam hatiku, "Sampai sebesar itu cinta dan kasih sayangnya kepada anak itu." Aku pun merencanakan niat jahat kepada anak itu. Aku akan membunuhnya, tetapi tidak membunuhnya dengan cara melenyapkan nyawanya, melainkan membunuhnya secara maknawi. Aku akan memanjakannya hingga dia menjadi wanita bodoh yang tak becus bekerja, tidak bisa menambal pakaian dan tak tahu cara memasak. Aku akan membuatnya buta tentang hal yang diperlukan seorang wanita di dalam rumahnya. Aku akan menjadikannya seorang wanita pemalas yang tak bisa mengurus urusannya.

Aku mulai menjalankan strategi, dan sang bapak senang melihat pelakuanku terhadap putrinya, karena aku memanjakan putrinya seperti yang dia duga. Sampai-sampai ketika kami berada pada meja makan dan anak itu menginginkan air, maka jika air itu berada di atas meja makan, aku pun segera menuangkan air ke dalam gelas dengan tanganku untuk meminumkannya, atau kusuruh putri kandungku untuk pergi dan membawakan air…

Akan tetapi, sang anak ternyata wanita yang cerdas. Hal itu semakin memicu kedengkianku. Dia selalu lulus di semua mata pelajaran. Kulakukan hal agar dia benci untuk mengulangi pelajaran. Kuberitahu kepadanya bahwa dia lelah dan harus banyak istirahat supaya dia tidur dan tidak mengulang pelajaran-pelajarannya. Akan tetapi, dia tidak butuh mengulangi pelajaran lagi, karena dia adalah anak yang cerdas. Dia selalu masuk dalam daftar siswi yang istimewa. Dia menyelesaikan pendidikan SMAnya dengan mulus. Dia pun melanjutkan studinya ke tingkat perguruan tinggi dan meraih gelar sarjana.

Kemudian suatu hari datanglah seorang lelaki melamarnya, dia pun merasa gembira. Kini saatnya aku berkata dan meyakinkan ayahnya untuk menikahkannya. Belum sempat aku memberi nasihat dan anak itu keburu menikah. Akan tetapi, siapakah yang menikahinya?!

Dia menikah dengan seorang lelaki yang tulus mencintainya dan tak rela dia tertepa angin. Dia menikah dengan seorang suami yang telah menyiapkan baginya segala fasilitas kesenangan. Para pelayan memenuhi rumah dan segala keperluannya terpenuhi sebelum dia sempat mengucapkannya. Dia pun tidak perlu capek-capek memasak dan meniup api. Hidupnya penuh kebahagiaan yang semakin membakar kedengkianku dan membuat hatiku penuh sesal.

Dua tahun setelah pernikahannya, putri kandungku pun menyusul menikah. Suaminya adalah seorang lelaki yang keras, kasar, gemar mencaci, berwatak besi (kaku), pelit dan selalu bermuka masam. Putriku tidak berdosa. Akulah yang melakukan dosa itu. Akan tetapi, Allah SWT menghukumku pada putriku."

Wanita ini ingin membunuh si putri tiri yang malang ini, menjauhkannya dari bekal-bekal hidupnya dan menjadikannya wanita dungu yang tak mengetahui apa-apa tentang urusan hidup ini. Akan tetapi Allah SWT menghendaki baik terhadap gadis ini. Dia melindunginya dari tipu muslihat wanita ini, menjadikannya anak perempuan yang cerdas dan terpelajar, sehingga menjadi ibu rumah tangga yang hebat dan mengarunianya suami yang cinta dan penuh perhatian padanya.
"Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya." (Al-Anfal: 30).


(SUMBER: SERIAL KISAH-KISAH TELADAN karya Muhammad bin Shalih al-Qahthani, seperti yang dinukilnya dari Min Gharibi Ma Sa'aluni karya Syaikh Abdullah an-Nuri)
posted by remaja kini @ 4:57 PM   |
Seekor Unta Menewaskan Lima Guru Wanita
Wanita berinisial N adalah seorang guru di sekolah tingkat dasar. Dia menerima SK penunjukan (penugasan) pada salah satu pemukiman yang berjarak 150 Km dari tempat tinggalnya. Atau, singkatnya 300 Km per hari ditempuh dengan kendaraan. Dia banyak mengeluh tentang beratnya transportasi dan sukarnya jalan yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter, apalagi terdiri dua jalur, di samping memang kurang-nya perawatannya. Orang tuanya pun mengkhawatirkan dirinya karena susahnya transportasi dan sempat berpikir supaya dia meninggalkan pekerjaan itu. Akan tetapi, dia melihat ke sekitarnya dan mendapati bahwa putrinya telah memperoleh peluang emas yang bisa menjamin masa depannya dan masa depan keluarga-nya nanti. Di samping bahwa pendapatannya per tahun sangat minim setelah ulat (hama) kurma menggrogoti pohon-pohon kurma yang bagus di kebunnya hingga akhirnya kondisi keuangannya sangat sulit.

Dia memutuskan untuk bekerja sebagai supir bagi putrinya beserta keempat teman wanitanya dengan upah yang dibayarkan setiap bulan. Ini menjadi pendapatan yang terkadang dia kontribusikan untuk memperbaiki kondisi keuangannya.

Hari-hari dan bulan-bulan terus berjalan, sedang sang ayah bekerja mengantar putrinya beserta teman-temannya. Suatu hari, sewaktu menapaki salah satu turunan jalan, tiba-tiba ada unta liar menghadang di depannya. Sang ayah pun berusaha menghindarinya, tapi dia malah mendapati mobil lain (yang berlawanan arah) di depannya, lalu dia pun menekan rem hingga mobil oleng (miring) dan menabrak onta lainnya yang ada di pinggir jalan. Akibatnya, mobil terbalik dan sang ayah beserta putrinya pun seketika tewas. Sementara kondisi teman-temannya bervariasi antara menderita kelumpuhan total dan menghuni ruang mayat.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN, Muhammad bin Shalih al-Qahthani)
posted by remaja kini @ 4:56 PM   |
Doktor Beragama Hindu Masuk Islam Hingga Mampu Jadi Imam Shalat!?
Dr. Najat lahir di India, ia tumbuh dewasa kemudian menuntut ilmu di negara kelahirannya itu. Setelah berhasil meraih gelar Insinyur dari sebuah universitas, ia bekerja sebentar. Lalu pergi ke Kanada untuk melanjutkan studi di Akademi Tinggi Arsitektur. Najat bukanlah nama aslinya, nama aslinya tidak dapat aku tuliskan dan aku ucapkan. Aku tidak mengetahui tentang nama aslinya itu melainkan nama itu adalah tradisi yang diberikan keluarga penganut Hindu yang fanatik kepada anak-anak mereka. Keluarga ini berupaya menanamkan dasar-dasar agama Hindu dan menjadikannya seorang militan yang teguh mempelajari agama tersebut. Demikianlah perjalanan hidupnya dalam sebuah masyarakat yang terisolir di negaranya.

Namun setelah ia berangkat ke Kanada, ia menemukan komunitas masyarakat yang berasal dari beragam budaya dan pemikiran yang berbeda. Di kampus ia menemukan suasana keterbukaan yang memungkinkan dirinya untuk membuka dialog dan diskusi di segala bidang. Apalagi ia seorang pemuda yang cerdas dan pintar, ia mulai memikirkan agama yang sedang dianutnya. Ia membahas tentang kebenaran agama tersebut. Dengan cepat ia mengambil kesimpulan bahwa keyakinan dan syiar agama Hindu adalah batil. Lantas ia mencari penggantinya dalam kitab Injil, kitab agama Nasrani. Agama inilah yang pertama kali terlintas dalam benaknya, karena ia berada dalam lingkungan masyarakat Nasrani.

Dan nyatanya, iapun memeluk agama Nasrani, karena agama ini ia anggap lebih benar dibandingkan dengan agamanya dulu yang penuh kesesatan. Namun selang beberapa waktu, ia mengetahui bahwa agama Nasrani mengandung sedikit ilmu dan tidak mampu menjawab apa yang sedang ia cari. Ia menjumpai dalam agama ini perkara yang kontradiktif dan perkara-perkara batil lainnya yang mustahil untuk dikatakan sebagai sebuah agama yang benar. Kemudian mulailah ia mempelajari dan mendalami agama Islam. Peristiwa itu terjadi pada saat ia masih dalam proses meraih gelar doktor di bidang teknologi. (baca buku: Allah Memberi Hidayah Kepada Siapa yang DikehendakiNya [buku aslinya berbahasa Arab], karangan Imtiyaz Ahmad )

Suasana pemikiran kampus yang bebas memberikan pengaruh besar terhadap diri Najat dalam mengenal Islam lebih dalam. Kampus tempat ia belajar berkali-kali mensponsori dialog antar penganut agama yang berbeda, khususnya penganut agama Yahudi, Nasrani dan Islam. Dialog tersebut dilakukan dalam suasana yang hangat dan tenang serta tidak melewati batas kode etik.

Ketika ia mulai membanding-bandingkan agama-agama tersebut, jelaslah baginya adanya kontradiktif dalam agama Nasrani yaitu seseorang yang mengambil tiga Tuhan sekaligus.

Bahkan agama Hindu mempunyai Tuhan lebih banyak. Kemudian fitrah suci yang sesuai dengan jiwa yang sehat dan dapat diterima akal yaitu hanya beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Selain Dia adalah makhluk. Dia Yang Maha Esa dan hanya Dia yang berhak untuk disembah. Tanpa pikir panjang lagi, hati dan akalnya sudah mantap memilih Islam lalu dengan suka rela ia memeluknya.

Kemudian ia menukar namanya yang berbau Hindu dengan nama Islami yaitu Najat sebagai bukti atas selamatnya ia dari kekufuran menjadi seorang yang beriman. Ia mengetahui bahwa memeluk agama Islam itu sangat mudah, namun untuk konsisten membutuhkan ekstra kesabaran dan pembiasaan. Ia juga mengetahui kewajibannya untuk berumah tangga secepat mungkin untuk menjaga dirinya dan kematangan hidupnya.

Ia memilih seorang gadis dari keluarga muslim yang terhormat di kota Winzar dan pestanya dilangsungkan di masjid kota itu. Keberhasilan hidupnya semakin sempurna setelah ia meraih gelar Doktor yang merupakan tingkat disiplin ilmu yang ia idam-idamkan. Kemudian ia mendapat pekerjaan di pabrik mobil Ford Company yang terletak di kota Detroit Amerika.

Iapun pindah ke kota yang terdekat dengan pabrik tersebut karena di situ ada masjid tempat ia melakukan shalat. Di masjid inilah awal pertemuan dan perkenalanku dengannya.

Setelah beberapa kali pertemuan, aku bertanya kepadanya apakah ia dapat membaca al-Qur'an. Bagai disambar pertir aku mendengar bahwa ia belum dapat membaca al-Qur'an, padahal ia sangat ingin dan mampu untuk mempelajarinya. Sebenarnya hal ini merupakan problematika kita sebagai kaum muslimin. Kita sering berdialog dan memberikan bantahan, membicarakan hal-hal yang wajib dan yang tidak wajib namun sedikit sekali yang mengamalkannya. Walau banyak sudara-saudara muslim kita yang telah mengenal seorang yang baru masuk Islam ini, namun tak seorang pun yang peduli dengan kebutuhan dan kondisinya. Aku pernah mempertanyakan hal itu kepada istrinya sebagai sindiran untuknya, "Mengapa anda tidak ajarkan suami anda membaca al-Qur'an dengan huruf Arab, padahal kalian telah lama berumah tangga.?" Tetapi istrinya tidak memberikan jawaban. Namun aku dapat membaca bahwa ketidak pedulian dan kurang perhatian merupakan jawaban dari pertanyaan tersebut dan juga merupakan jawaban terhadap orang-orang yang lalai dan tidak mengindahkannya. Tentunya hal ini sangat disayangkan...

Kemudian aku katakan kepada Najat agar menyediakan waktunya setiap minggu di hari libur, agar aku dapat mengajarkannya membaca al-Qur'an dengan izin Allah. Kami bertemu dan duduk beberapa jam sehabis shalat Shubuh setiap minggu pada hari libur. Selang beberapa waktu kemudian ia sudah mampu membaca al-Qur'an. Aku juga memberi tahu beberapa ikhwan lain tentang pelajaran kami, sehingga mereka juga datang mengikuti pelajaran tersebut. Setiap yang mampu membaca al-Qur'an dengan huruf Arab ditugaskan untuk mengajar satu orang yang belum mampu membacanya. Para ikhwan menjadi terbiasa berkumpul belajar al-Qur'an setiap pagi hari Sabtu dan Ahad, kemudian ditutup dengan menyantap sarapan pagi bersama di masjid.

Setelah kemampuan Najat membaca al-Qur'an meningkat dan sanggup membaca semua surat-surat dalam Juz 'Amma, ia belajar kepada orang yang mempunyai kemampuan lebih dariku, yaitu seorang Syaikh (Guru) dari negeri Syiria, sehingga ia dapat mengucapkan huruf Arab dan membaca al-Qur'an dengan lebih baik. Semangat dia dan gurunya semakin bertambah sehingga mereka bertemu setiap hari setelah shalat Shubuh. Setiap hari Najat keluar dari rumah sebelum masuk waktu shalat subuh, lalu shalat di masjid dan belajar dengan gurunya hingga mendekati jam kerjanya. Dari sana ia tidak kembali ke rumah, tetapi langsung menuju kantornya. Ia juga datang bersama keluarganya ke masjid setiap shalat Isya'. Najat dan gurunya (semoga Allah memberi mereka ganjaran yang baik) tetap rutin melaksanakan proses belajar mengajar ini walaupun cuaca sangat dingin dan turun salju serta angin dingin yang menusuk tulang.

Gurunya yang berasal dari Syiria itu sangat bangga dengan muridnya tersebut. Terkadang ia bergurau kepadaku, "Sekarang Najat mampu menyebutkan huruf Arab dan membaca al-Qur'an lebih baik darimu." Bahkan ia sanggup membaca al-Qur'an di surat manapun. Di samping belajar membaca al-Qur'an, ia juga membaca maknanya dalam bahasa Inggris sehingga pemahaman dan ilmunya semakin dalam. Ia juga sudah memulai menghafal al-Qur'an hingga mampu menghafal kurang lebih setengah dari juz 'Amma.

Mereka yang bekerja di masjid kaum muslimin yang berada di negara barat dapat merasakan kesulitan untuk menjalankan urusan-urusan masjid, karena tidak ada yayasan Islam resmi yang memberikan subsidi. Jadi dana operasional ditanggung oleh jamaah masjid sendiri. Dan urusan-urusan tersebut kebanyakan dilaksanakan secara sosial karena tidak ada sumber dana tetap untuk masjid tersebut kecuali dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh jamaah sendiri. Demikian juga sangat sulit mendapatkan ikhwan-ikhwan yang bekerja secara suka-rela dengan kesungguhan, keikhlasan dan tekun tanpa menimbulkan problem dan tidak banyak membantah.

Banyak kaum muslimin di antara kita berkomentar miring terhadap kaum muslimin yang datang dari berbagai belahan dunia Islam. Mereka datang ke negara barat ini dengan membawa penyakit malas dan sedikit beramal, namun banyak memberikan komentar terhadap apa yang dikerjakan orang. Ini masalah yang sangat banyak kita temui. Hanya saja Dr. Najat dengan suka rela menyelesaikan urusan masjid tanpa diminta oleh siapapun. Ia adalah orang yang sering membukakan pintu masjid untuk pelaksanaan shalat subuh. Karena dialah yang datang paling awal padahal tempat tinggalnyalah yang paling jauh di antara kami. Pada musim dingin, ia membersihkan jalan menuju masjid dari bongkahan salju dan menaburkan garam untuk mencairkan es agar orang yang melintas tidak tergelincir dan jatuh. Ini merupakan pekerjaan yang teramat penting, bukan hanya menghindari orang agar tidak tergelincir, tapi juga untuk menjaga masjid, agar tidak membuat orang lain yang melintas di depannya tergelincir sehingga ia memperkarakan masalah ini ke pengadilan dan meminta ganti rugi. Kasus seperti ini sering terjadi di negara ini.

Dr. Najat juga banyak membantu urusan operasional madrasah Islam di masjid tersebut yang aktifitasnya di buka setiap akhir pekan. Ia membuka pintu masjid sebelum shalat Zhuhur dan membersihkan salju serta menaburkan garam sebelum murid dan guru datang. Ia juga bertugas mengutip uang sekolah dari orang tua murid yang terdaftar di sekolah tersebut. Ia yang membeli makanan ringan untuk para murid, membersihkan dapur dan lemari es dengan rapi. Jika melihatnya engkau akan merasa seolah-olah ia lakukan itu untuk rumahnya sendiri. Ia membersihkan dan memelihara kebun yang ada di sekeliling masjid. Ia membeli pupuk dan garam dengan uangnya sendiri dan ia juga yang memupuk tanaman kebun dan mencabuti tumbuhan dan rerumputan yang merusak tanaman. Semua ini ia lakukan dengan sangat tekun dan penuh perhatian, sebagaimana ia juga ikut andil menebang pohon tua yang terdapat di sekitar masjid bersama ihkwan lainnya.

Pada bulan Ramadhan, ia mendatangkan hidangan berbuka puasa dari rumahnya, sebagaimana ikhwan lain juga ikut memberikan bantuannya untuk berbuka di masjid setiap hari. Dan ia juga ikut membantu ikhwan lain dalam menertibkan dan mempersiapkan makanan berbuka setiap hari. Semuanya ia lakukan sendiri dengan tenang dan tidak banyak bicara dan juga tidak menyuruh orang lain atau meminta bantuan orang lain.

Adapun pada hari raya ia mempersiapkan apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan shalat 'Ied dan layanan setelah shalat 'Ied. Sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya, setiap selesai shalat 'Ied keluarga Dr. Najat banyak diundang oleh keluarga-keluarga lain ke rumah mereka.

Pada suatu kali aku bertanya kepada Dr. Najat, "Bagaimana perasaanmu sekarang setelah engkau memeluk agama Islam dan dapat membaca al-Qur'an.?" Ia menjawab, "Sebenarnya aku tidak mungkin membandingkan antara hidayah dan kebaikan yang aku dapat dalam Islam dengan kegelisahan dan kesia-siaan yang aku rasakan ketika dahulu memeluk agama Hindu dan Nasrani. Demikian juga ketika aku mendengar al-Qur'an dibacakan, sangat banyak mempengaruhi jiwa dan hatiku."

Terkadang Dr. Najat mengimami shalat jama'ah jika orang yang bacaannya lebih baik dari bacaannya tidak hadir. Demikianlah walaupun kami sudah terbiasa dengan melaksanakan perintah Rasulullah SAW, "Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya." Namun beliau juga menjelaskan makna yang tertinggi di antara makna-makna agama yang telah disebutkan Allah q dalam kitabNya, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling takwa." (Al-Hujurat: 13).

Lelaki yang tadinya beragama hindu setelah Allah memberikan hidayah Islam dan kebenaran kepadanya, kini mengimami shalat jamaah. Seorang yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling takwa dan yang terbaik membaca al-Qur'an dengan tanpa melihat asal-usul, warna kulit dan negara asalnya. Kita bermohon kepada Allah semoga memberikan kita ketetapan hati dalam kebenaran dan menambah keba-ikan kita. (Allah Memberi Hidayah Kepada Siapa yang Dikehendakinya, karya Imtiyaz Ahmad )

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN KARYA MUMAHAMMAD BIN SHALIH AL-QATHATHANI dengan sedikit perubahan)
posted by remaja kini @ 4:54 PM   |
Manisnya Rayuan Berbuah Dosa!!-(1-2)
Hidup terlelap di antara dekapan malam yang bisu mencekam. Dunia larut dalam kesunyian yang jauh dari glamour dan keindahan. Kegelapan pun menyelimuti rumah-rumah yang saling berdempetan. Terlelaplah semua apa yang ada di dunia dan cakrawala luas ini. Kecuali, cahaya rembulan yang memintalkan benang-benangnya yang bisa menyinari alam persada, dan angin sepoi-sepoi yang menjalar ke seluruh tubuh untuk menyisakan kehangatan dan kenikmatan.

Di malam yang gelap gulita itu, sedang malam terus berlanjut tanpa putus, dan bahkan sudah lewat paruh malam yang pertama, Adil menyelinap dalam kasurnya yang empuk. Senyuman terpampang pada bibirnya. Kebahagiaan membelalakkan kedua matanya. Dia berharap untuk tertidur tapi tak kunjung bisa!! Hati dan pikirannya sibuk memikirkan Rabab, seorang gadis yang cantik rupawan. Ke manakah hati yang terpikat kepada selain Allah ini menyelami tidur penuh kesenangan dan kenikmatan, melainkan di dalam siksa yang kekal dan kesedihan dan kedukaan yang abadi.

Tahukah kamu, siapakah Adil? Siapakah Rabab?! Dan bagaimana dia mengenalnya?!! Adil adalah seorang remaja yang masih belia dari generasi masa kini yang lalai, membelot dari jalan yang benar dan hidayah dan menapaki jalan kesesatan dan kebinasaan. Layaknya kebanyakan remaja bejat, dia hanya sibuk urusan mejeng dan merayu kaum hawa, dan memburu mereka dalam jerat-jeratnya dengan kata-kata rayuan, ungkapan kerinduan, surat-surat cinta dan ucapan manis, baik melalui telepon, sewaktu di mall, ataupun di pintu-pintu sekolah.

Banyak sudah gadis malang yang tak berdosa telah terperangkap di dalam jerat-jeratnya lewat propaganda cinta dan dengan dalih bahwasanya dia bermaksud menikahinya dan menjadi pendampingnya dalam satu atap rumah yang dilingkupi kebahagiaan, cinta kasih dan keharmonisan; yaitu sebuah bahtera mahligai rumah tangga. Sampai-sampai ketika dia telah menyepi dan bisa merengkuhnya, dia pun langsung menerkamnya bak sepak terjang srigala buas ke arah seekor kambing malang.

Jika dia telah dapat memuaskan nafsunya, merenggut kesucian dan kehormatan gadis itu, dan meneguk sari-sarinya, dia pun pergi meninggalkannya dalam keadaan menangis karena sedih bercampur sesal. Wanita itu hanya bisa mengunyah pedihnya aib, kehinaan dan cela. Dia berharap tangisan darahnya bisa menggantikan tetesan air mata sebagai imbalan agar dikembalikan lagi harga dirinya yang tercabik dan kehormatannya yang ternoda. Akan tetapi, mustahil hal itu akan terjadi !!

Sementara Adil, jika sudah selesai menikmati mangsa yang satu, dia bergegas mencari mangsa yang lain. Dan begitulah seterusnya… Pada hari-hari ini, hatinya sedang gundah memikirkan seekor mangsa cantik, seekor kucing betina jinak yang bernama Rabab, yang dikenalnya melalui pembicaraan via telepon. Rabab adalah seorang gadis mojang yang lugu dan penuh kelembutan. Dengan mudah dan cepat, rayuan-rayuan gombal dan kata-kata cinta langsung menggetarkan hatinya. Untuk sekian waktu, komunikasi dan pembicaraan via telepon antara mereka berdua terus berlanjut, dan Adil mulai memperdayainya lewat kata-kata manis, lembut nan indah, dan dia berjanji kepada Rabab untuk menikahinya dan berumah tangga dengannya.

Begitu cepat mangsa ini masuk ke dalam perangkap. Hati Rabab telah terpikat dan cinta kepadanya. Dia meyakini Adil adalah seorang pemuda impian, suaminya di masa depan dan patner hidupnya. Dia tidak tahu bahwasanya Adil adalah seekor srigala yang suka ingkar janji dan seekor musang yang pemalas. Dia tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menerkamnya.

Awal mulanya, hubungan mereka sebatas ucapan-ucapan cinta kasih melalui telepon. Setelah itu, sedikit meningkat pada senyuman dan saling pandang di depan pintu fakultas di mana Rabab kuliah atau di salah satu mall. Kemudian meningkat saat Rabab ikut naik bersama Adil di dalam mobilnya yang mewah.

Setiap saat, Adil menemui Rabab di depan pintu fakultas, mengingat ayahnya selalu mengantarnya hanya sampai depan pintu fakultas untuk kemudian meninggalkannya tanpa meyakinkan apakah dia masuk ruang kelasnya. Rabab menunggu saat ayahnya pergi, lalu keluar menemui sang kekasih yang telah menunggunya di tempat sepi yang berada tak jauh dari kampus. Dia pun ikut naik dalam satu mobil bersama Adil. Keduanya kemudian saling berbicara dan berbagi tawa. Dengan mengendarai mobil, mereka berkeliling sampai hampir waktu Zhuhur.

Menjelang waktu pulang kuliah, Adil pun membawanya kembali ke tempat kuliah. Jika ayahnya sudah tiba, Rabab segera keluar menghampirinya, dan seolah-olah dia telah menghabiskan sepanjang waktunya untuk belajar!! Sang ayah yang pandir itu tak tahu apa yang terjadi sewaktu dia tiada!!

Untuk sekian waktu lamanya, semua berjalan menurut skenario ini. Akan tetapi, Adil belum merasa puas dengan durasi waktu yang dihabiskannya bersama Rabab di dalam mobil beserta semua canda tawa, bisikan, dan lain-lainnya. Dia ingin berduaan bersamanya di apartemennya untuk bisa memangsanya dan merenggut darinya apa yang diinginkannya. Dia telah jenuh dan bosan dengan berbagai canda tawa, ciuman dan kata-kata lembut. Manakala Adil merasa Rabab telah percaya kepadanya dan merasa yakin bahwa dia serius ingin menikahinya dan tidak berniat jahat terhadapnya, dan hatinya telah begitu kuat terpikat kepadanya, maka suatu ketika, Adil mengajaknya untuk mampir ke apartemen pribadinya yang berjarak 15 Km dari kampus Rabab, dengan dalih agar Rabab menyaksikan sangkar pengantin indah yang akan dihuninya setelah menikah nanti, dan agar dia bisa memberi masukan berkaitan dengan ukuran dan perubahan dekorasi juga perabotan apartemen yang cantik yang akan menjadi miliknya yang sangat menakjubkan. Juga, agar mereka bisa sama-sama membahas tentang rincian waktu peminangan, akad bersama, resepsi pernikahan beserta semua tetek bengeknya.

Akan tetapi, Rabab menolak keras hal itu. Sepanjang hidupnya, dia belum pernah berduaan dengan seorang lelaki asing di dalam rumahnya. Sampai di sini, Adil merasa mangsanya akan bisa lepas dari jeratnya, dan bahwa semua apa yang telah dibangun dan dirancangnya sejak berbulan-bulan hampir gagal dan kandas di dalam pejaman mata. Seketika, keningnya berkerut dan wajahnya pun bermuram durja. Sambil pura-pura marah dan emosi, dia berkata, "Tidakkah kamu mempercayaiku, wahai Rabab?!! Apakah kamu mengiraku termasuk kawanan srigala yang mau menerkam seorang gadis dan merenggut kesuciannya, lalu mereka pergi dan meninggalkannya? Aku bersumpah kepadamu bahwa maksudku baik dan tujuanku mulia!! Aku hanya bermaksud menikahimu, menjadi pendampingmu dan membangun bersama-sama mahligai rumah tangga yang bahagia."

Di bawah tekanan dan desakan Adil yang terus menerus, juga pengaruh kata-katanya yang manis dan sumpahnya yang begitu kuat, akhirnya Rabab yang malang ini pun sepakat untuk pergi bersama Adil ke apartemennya. Dia berjanji melakukannya esok harinya, dan Adil pun menyetujui hal itu.

Malam itu, Adil duduk sambil berpikir, merenung, menyusun strategi dan mengatur apa yang akan diperbuatnya besok bersama Rabab?!! Bagaimana dia perlahan-lahan bisa sampai pada apa yang dikehendaki darinya?!! Inilah kesempatan telah ada di depan matanya, dan bisa jadi tidak akan terulang lagi untuk kedua kalinya!! Kebahagiaan telah membelalakkan kedua matanya, sedang hatinya menari berbunga-bunga menyambut waktu yang dinantikan pada besok pagi.

Lama dia tak kunjung tidur dan berpikir sambil berbaring di atas ranjangnya. Manakala dia ingin tidur, matanya tak mau terpejam dan rasa kantuk pun seketika sirna.

Ketika Adil sudah frustasi dipermainkan rasa kantuk pada kedua kelopak matanya, dia pun melompat dari ranjangnya dan menghampiri jendela kamarnya yang melongok ke jalan. Dia mulai merenungi hamparan langit yang luas dan berkata pada rembulan yang indah. Dengan terbata-bata, dia berkata, "Hei rembulanku yang bercahaya! Kini saatnya kamu bersembunyi dan terbenam. Wajah Rabab memancarkan sinar dan cahaya. Kami tak butuh kamu lagi setelah malam ini!!"

Adil adalah seorang lelaki gegabah dan suka membual. Kobaran syahwat sedang menggelorakannya dan bara nafsu sedang mempermainkannya. Adil tidak berpikir dengan akalnya atau menuruti panggilan kebaikan dan hidayah di dalam hatinya. Dia telah dikendalikan teman-teman jelek dan yang menghanyutkannya bersama mereka di dalam kesesatan. Di tambah lagi pengabaian kedua orang tuanya untuk memberinya pendidikan yang baik, meski keduanya memberi kepadanya semua fasilitas mainan dan kesenangan, bahkan sekalipun hal itu diharamkan.

Kesemua itu membuat pemikirannya hanya terfokus pada syahwat dan kesenangannya yang diobralnya ke hati para wanita yang bodoh dan terpedaya!! Sampai-sampai dia mengabaikan semua yang berbau pendidikan karena tabiatnya yang menyala-nyala dan syahwatnya yang membabi buta….

Malam itu, Adil memperhatikan menit-menit jam, dan seolah-olah itu bak jam-jam dan hari-hari yang menghalang antara dia dan waktu yang dinantikannya bersama Rabab, sang buah hatinya yang sangat cantik. Kemudian dia membisikkan kata-kata ke dalam hatinya, "Aku merasa strategi yang telah kurancang bakal menuai kesuksesan dan aku akan bisa menggait mangsaku yang sangat berharga!! Rabab adalah impianku yang hilang yang kucari-cari selama ini… Amboi…. betapa dia sangat mempesona, dia sungguh cantik sekali!!"

Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, dia berkata lagi, "Meski demikian, dia sangat bodoh sekali!! Sungguh, dia sangat bodoh sewaktu mengira si srigala yang buas ini mencintai dan tergila-gila padanya. Khayalan dan fatamorgana yang dusta itu telah membutakan pandangan dan mata hatinya. Dia tidak bisa mengetahui apa yang tersembunyi dan terselubung dalam hati Adil yang memendam kehinaan dan kekejian. Sebaliknya, dia malah terbuai kata-kata manisnya yang memimpikan kepadanya mahligai rumah tangga semu, layaknya semua lelaki yang memakai busana kemuliaan. Padahal, hakikatnya dia tak lebih seekor musang yang penuh tipu muslihat dan srigala yang pemalas."

Sungguh, dia sangat bodoh sewaktu mengira ada lelaki yang rela menikahi wanita yang dikenalnya lewat pembicaraan telepon. Tidak mungkin seorang lelaki menerima wanita semacam ini untuk menjadi istrinya. Karena, dia tahu bahwa wanita itu sebelumnya –melalui telepon- pasti telah mengenal banyak lelaki selain dirinya. Karena orang yang di waktu mudanya demikian, pastilah juga demikian di waktu tuanya.

Pagi itu, Adil bangun dari tidurnya. Dia bergegas membasuh mukanya untuk mengusir rasa kantuknya dan agar dia tidak terlambat dari waktunya bersama Rabab. Dengan cepat, dia mengenakan pakaiannya yang terlihat perlente, lalu mengendarai mobil mewahnya. Dia langsung pancal gas dan mengemudikan setir hingga mobil pun melaju kencang bak air deras yang membelah arus gelombang membawa Adil untuk menggapai sayap-sayap nafsu dan cinta.

Kini… Adil telah sampai di sebelah kampus sesuai jadwal waktu yang telah dibuat antara dia dan Rabab, sang buah hatinya yang telah menodai kehormatannya dan pamor keluarganya yang terhormat dengan berbagai pertemuan-pertemuan nista ini. Adil mulai memperhatikan santapan pagi dan aroma para gadis dengan pandangan seorang pencuri agar bisa selintas memandang dan melihat Rabab.

Selang beberapa menit lamanya, Rabab muncul menghampirinya. Senyumannya yang lebar mendahului aroma parfumnya yang harum semerbak. Sementara tangannya membawa bunga mawar merah. Rabab membuka pintu mobil dan tanpa canggung langsung naik di samping kekasihnya. Mobil pun melintasi jalan dari arah depannya untuk melalui rambu-rambunya yang telah ditetapkan dengan leluasa. Mobil terus melaju pada jalurnya. Setelah beberapa saat, kedua kekasih itu pun sampai ke lokasi apartemen. Rabab menaiki tangga apartemen dengan langkah mendekat bak seekor kambing betina yang sedang diseret seorang jagal ke tempat penyembelihannya.

Keduanya pun duduk, sedang perasaan cinta bergejolak di hati masing-masing setelah panah asmara telah terpatri kuat di antara keduanya. Rabab bukanlah permata yang terawat yang selalu meneguk sari keimanan, kemuliaan dan kesucian. Bahkan, kemolekannya itu menjadi kemalangan baginya setelah dia menyingkap jilbabnya yang indah yang selama ini menutupi wajahnya.

Sepasang kekasih, Adil dan Rabab duduk di sebuah sofa yang berada dalam apartemen. Keduanya saling membisiki kata-kata cinta dan bergantian menancapkan panah asmara dan lain sebagainya. Pada mulanya, Rabab tampak hati-hati. Dia berusaha semampunya untuk bisa mengendalikan perasaan dan emosinya, karena dia tahu bahwa itu merupakan kerugian terbesar dan miliknya satu-satunya jika dia tidak bisa mengendalikan perasaannya yang meledak-ledak.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pengaruh kata-kata manis yang disuntikkan Adil ke telinganya, perlawanan menghadapi perasaannya itu pun melemah. Dia benar-benar mulai terbawa perasaannya yang menyalanyala seperti kebanyakan gadis yang bermain api, menghampiri fitnah, dan berduaan dengan lelaki asing. Dia mengira dirinya mampu mengontrol emosi dan perasaannya. Dia merasa yakin akan bisa menjaga dirinya agar tak terperosok dalam lembah nista dan dosa. Tapi, bagaimana mungkin sedang selain dirinya dan kekasihnya masih ada setan sebagai pihak ketiga!

Tak ragu lagi, dia nantinya akan menyadari suatu kenyataan yang begitu menyakitkan dan malapetaka yang sangat pahit. Dia benar-benar telah kehilangan kendali terhadap diri dan perasaannya. Dia telah menyerah kepada gelora nafsu dan syahwatnya. Akibatnya, dia pun kehilangan sesuatu yang paling dibanggakan yang dimilikinya!!

Nyata, Rabab pun mulai merasakan kendali itu telah terlepas dari pegangan tangannya. Dia benar-benar tak kuasa lagi mengontrol emosi dan perasaan hatinya!! Pada saat lengah dan terbuai oleh nafsu dan perasaannya itu, Rabab pun tanpa sadar dan terasa telah menyerahkan dirinya kepada seekor srigala yang buas ini. Adil pun langsung merenggut keperawanan dan kesuciannya dan bisa memetik buah "haram" bersamanya, setelah keduanya tenggelam dalam cengkraman seekor srigala yang hina dan nista.

Kemudian Rabab tersadar dari keterbuaiannya dan tergugah dari mimpi dan tidurnya, akan tetapi dia mendapati di depan matanya sebuah kenyataan yang sangat menyakitkan. "Aku telah kehilangan sesuatu yang paling berharga yang kumiliki". Bahkan, dia sungguh telah kehilangan segalanya… harga diri, kehormatan dan kesuciannya.

Serta merta, dia pun menangis, menjerit dan mengaduh. Namun, Adil segera menenangkan kecemasannya, meringankan kesedihannya dan mempermudah urusannya. Adil berkata kepadanya, "Untuk apa semua tangisan ini?! Apa yang mendorong semua ketakutan dan kesedihan ini?! Kamu adalah kekasihku… istriku… dan patner hidupku… Aku akan meminangmu dalam minggu-minggu ini. Kemudian kita menikah dan hidup bersama, tanpa ada seorang pun yang tahu dengan apa yang telah terjadi di antara kita. Aku bersumpah kepadamu mengenai hal itu!!"

Untuk kesekian kalinya, Rabab terpedaya dengan kata-kata manisnya, janji-janji indahnya dan sumpah-sumpahnya yang begitu meyakinkan. Dia sangat percaya kepadanya dan kata-katanya. Berangsur, kecemasannya mulai reda, dan isak tangisnya pun berhenti. Dia merasa pasrah kepada realitas yang memilukan ini, meski sangat menyesal dan takut terhadap apa yang akan terjadi nanti.

Di sini, Adil berkata kepadanya, "Sekarang, aku akan pergi untuk membeli makanan, sirup dan buah-buahan untuk kita santap sambil mendiskusikan rincian akad nikah, resepsi pernikahan dan perabotan apartemen, duhai ‘istriku’ yang cantik rupawan!!??"

Rabab yang bodoh itu pun menyimpulkan senyuman yang tak mengenal kesucian, senyuman wanita yang rasa malunya telah terampas oleh dosa dan bahkan tampak begitu senang dengan suasana hidupnya yang indah. Dia berkata kepada Adil, "Kamu jangan sampai telat. Aku ingin kembali ke kampus sebelum ayahku tiba tengah siang nanti."

Adil berjanji kepadanya untuk tidak telat waktu. Kemudian dia berpamitan kepadanya, lalu mengunci pintu apartemen dan bergegas pergi. Dengan tergesa-gesa, Adil keluar dari rumah. Dia naik ke dalam mobil mewahnya dan langsung banting setir dan melaju dengan kecepatan yang luar biasa!! Dia sangat bernafsu untuk bisa kembali kepada Rabab dengan cepat agar tidak gelisah dan takut sendirian di dalam apartemennya, dan agar dia bisa berasyik masyuk bersamanya untuk waktu yang lebih lama lagi, juga agar dia mengulangi kesalahan bersamanya untuk kedua kalinya selagi Rabab percaya bahwa dia akan melamarnya dalam minggu-minggu ini. BERSAMBUNG

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN, KARYA MUHAMMAD SHALIH AL-QAHTHANI. PENERBIT DARUL HAQ, TELP.021-4701616, dengan sedikit perubahan)
posted by remaja kini @ 4:52 PM   |
Manisnya Rayuan Berbuah Dosa- (2-2)
Di tengah-tengah Adil mengemudikan mobilnya secara gila-gilaan diiringi dentuman alunan musik yang memekakkan telinga, dengan berjoget senang dan mabuk atas apa yang telah diteguk dari mangsanya yang cantik pagi ini, tiba-tiba dia menerobos jalur sempit dan tikungan yang sangat berbahaya yang mengakibatkan mobilnya yang sedang melaju kencang itu menabrak mobil lain yang ada di jalan tersebut. Spontanitas, tubuhnya bergoncang hebat akibat insiden yang mengerikan itu yang sempat menjadi perhatian orang-orang yang lalu lalang. Adil keluar dari mobilnya dalam keadaan kalut dan panik. Polisi lalu lintas pun datang untuk menginvestigasi kejadian. Setelah mereka mendeteksi tempat kejadian, terbuktilah oleh mereka bagaimana yang sebenarnya terjadi. Polisi penyelidik berkata kepada Adil, "Kenapa kamu kemudikan mobilmu dengan kecepatan yang tinggi?! Tanpa ragu lagi, kamulah yang sepenuhnya bertanggung jawab atas insiden yang tragis ini!!"

Kemudian dia menyuruh untuk menahan dan menyekapnya dalam tahanan di balik terali besi hingga tuntas prosesi hukum yang berkaitan dengan insiden tersebut. Seketika, Adil pun langsung kelenger. Betapa hatinya sibuk memikirkan Rabab dan bagaimana dia kembali ke kampus?!! Apalagi dia telah menguncinya di dalam apartemen. Dia mulai membayangkan malapetaka yang bakal menimpa jika saja ayah Rabab tiba di kampus dan tidak mendapati Rabab ada di sana.

Dia pun memelas dan memohon kepada polisi agar melepaskannya meski hanya satu jam untuk menyelesaikan urusannya yang amat penting lalu setelah itu polisi bisa menawannya sesuka hatinya. Namun, kata-kata dan permohonannya itu berhembus bagaikan angin lalu. Polisi itu tetap bersikukuh pada pendiriannya. Dia meminta polisi ronda (patroli) untuk membawa Adil ke tempat tahanan.

Sementara Rabab terpaksa harus menanti kedatangan Adil, akan tetapi Adil ternyata telat sekali. Kegelisahan mulai menghinggapinya dan keragu-raguan mulai menghantuinya. Dia mengawasi jarum-jarum jam dari waktu ke waktu. Terbayang di kedua pelupuk mata dan lamunannya gambar ayahnya yang mulia sedang menunggunya di pintu kampus untuk membawanya pulang ke rumah seperti sediakala.

Dia kebingungan memikirkan masalahnya. Dia tidak tahu apa yang akan diperbuat? Juga bagaimana dia mengambil sikap? Apalagi pintu apartemen dalam keadaan terkunci. Dia tak punya kunci duplikatnya untuk bisa keluar dan mengurai tabir penutup terha-dap dosa dan kejahatannya, yang jika sampai diketahui ayahnya, niscaya dia akan menyayat-nyanyatnya menjadi beberapa potongan dan akan membuangnya ke hutan rimba sebagai mangsa para binatang buas, demi mengubur aib dan cela, juga sebagai solusi dari dosa yang takkan diampuni oleh masyarakat, dan sekaligus menjadi obat terhadap luka yang tak terobati. Ialah luka harga diri, kehormatan dan kemuliaan.

Rabab duduk di atas kursi yang empuk, tapi seolah-olah dia sedang duduk pada tusukan duri dan jarum, karena saking gelisah dan ketakutan yang akan menimpanya. Pada saat itu, dia berharap kalau saja bumi terbelah di bawah kedua telapak kakinya untuk menelannya sepanjang masa!! Rabab berjalan menuju pintu apartemen dan terduduk di sampingnya sambil menunggu kedatangan Adil dengan penuh sabar, namun tak ada gunanya.

Dia memandangi arloji yang menempel di pergelangan tangannya. Dia pun melihat hanya tersisa waktu sedikit dari kedatangan ayahnya untuk menjemputnya dari kampus. Seketika, dia gemetar dan seluruh persendiannya bergetar karena ketakutan yang akan menampar tulang-tulang rusuknya. Hatinya semakin berdegup kencang. Dadanya terasa sesak. Dia merasa tercekik. Kemudian dia mulai memutari ruangan apartemen bak ular yang melingkar di dalam sarangnya dalam kondisi terkepung api dan meng-inginkan jalan keluar.

Dia terus memikirkan nasibnya dan merenungi aibnya di hadapan ayah, keluarga dan teman-temannya sewaktu dosa yang diperbuatnya bersama Adil itu diketahui mereka. Dia tetap tidak menemukan sebuah solusi meskipun telah lama berpikir dan merenung, selain menutupi mukanya dengan kedua telapak ta-ngannya, meneteskan air matanya yang bercucuran, dan menangis tersedu-sedu serta bercampur takut dan cemas…

Adil masih terdampar di balik terali besi penjara yang hampir mencekik nafasnya. Aliran darah panas pun mulai mendidih di kepalanya…. Dia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya untuk bisa menyelamatkan Rabab dari dilema yang dialaminya?? Dia duduk dalam keadaan risau. Dia tak tahu apakah dia berada dalam khayalan atau kenyataan!! Dalam dirinya, dia mulai berpikir tentang cara mengatasi kesulitan yang menakutkan ini!!

Setelah berpikir panjang, muncullah sebuah ide yang menyusup ke otaknya setelah menguras semua jerih payah… Yaitu, dia harus menelpon salah seorang temannya yang mempunyai kunci duplikat apartemennya yang membuat Rabab terkurung di dalamnya, dan memintanya untuk menyelamatkannya dari dilemanya dan segera mengantarnya ke kampusnya secepat mungkin.

Akhirnya, dia minta izin kepada polisi lalu lintas, dan mereka pun mengizinkannya untuk menelpon beberapa saat untuk setelah itu kembali ke tempatnya di tahanan.

Adil bergegas ke tempat telepon dan langsung mengangkat gagang telepon. Dia memencet beberapa nomor dan dalam waktu singkat terdengarlah suara di telinganya berkata, "Halo, dengan siapa?!" Dengan suara bergetar, Adil menjawab, "Hai Hamid, aku temanmu Adil. Dengarkan aku baik-baik dan pahamilah apa yang kuucapkan kepadamu.." Kemudian dia menyambung ucapannya, "Aku ingin kamu mengerjakan suatu urusan penting untuk menyelamatkanku dan menyelamatkan seorang gadis yang bersamaku…"

Adil menceritakan tema bahasan kepada saha-batnya, Hamid, secara singkat sekali dan berkata kepadanya, "Saat ini, aku ingin kamu pergi ke apartemen dan mengantarkan gadis itu ke kampusnya dengan segera sebelum ayahnya datang. Aku takut jika ia tidak mendapati putrinya berada di gerbang kampus, maka terbongkar dan tersingkaplah masalah ini."

Hamid berkata, "Di mana kamu sekarang, wahai Adil?!"
Adil menjawab, "Aku sekarang ditahan di penjara lalu lintas karena mobilku menabrak mobil lain…Aku tidak bisa menceritakan rincian kejadian kepadamu melalui pesawat telepon. Aku berharap kamu segera berangkat dan mengerjakan apa yang kukabarkan pa-damu sebelum terlambat…"

Hamid berkata, "Aku segera berangkat melaksanakan apa yang telah kamu kabarkan kepadaku. Percayalah sepenuhnya dan tenanglah mengenai hal itu."

Dan, pembicaran pun berakhir sampai di situ. Belum sempat Hamid menutup gagang telepon hingga air liurnya mulai mengalir untuk bisa bersenang-senang dengan gadis itu. Dengan terbata-bata dia berkata dalam ha-tinya, "Selagi Adil telah bersenang-senang dengan gadis itu, kenapa aku tidak ikut bersenang-senang dengannya pula? Dia harus menyepakati hal itu?!! Jika dia menolak itu, maka aku akan mengancamnya untuk tidak akan mengantarnya ke kampusnya. Akibatnya, dia akan telat terhadap ayahnya dan terbongkarlah rahasianya?!! Pada saat itulah, dia akan menyerah dan tunduk kepada perintahku…"

Kemudian dia berkata lagi kepada dirinya, "Amboi, rampasan yang amat berharga dan buruan yang begitu mudah!! Dengan cepat, Hamid mengendarai mobilnya menuju apartemen Adil, sambil memimpikan bisa melakukan hubungan mesum bersama gadis yang cantik itu dan memimpikan dirinya akan menikmati pesonanya. Akan tetapi, mewanti-wanti semua yang akan terjadi. Siapa tahu gadis itu menolak ajakannya, dan ketika itulah dia harus memerkosanya dengan memakai kekuatan!! Yang penting, mangsa yang begitu mudah ini tidak tersia-siakan olehnya baik itu dilakukan suka sama suka ataupun secara paksa. Karena itu, dia membawa di saku dalamnya pisau belati untuk menakut-nakuti mangsanya jika sewaktu-waktu dia menolak untuk memberikan apa yang diinginkannya."

Hamid melaju menuju apartemen Adil dengan kecepatan tinggi, sementara punggungnya terbakar terik matahari demi nafsunya untuk bisa menggaet gadis yang amat mahal itu!! Ketika dia telah tiba di apartemen, dia mengusap keringat di keningnya dan tersendat-sendat nafasnya yang sedang terengah-engah.

Untuk memberi sinyal kepada gadis yang ada di dalam apartemen, Hamid pun mengetuk pintu apartemen dengan ketukan-ketukan ringan, yang terdengar di kedua gendang telinga Rabab seolah pukulan-pukulan nyaring yang menjauhkan darinya segala ketakutan, kegelisahan dan kecemasan. Karena dia meyakini si pengetuk adalah Adil untuk mengembalikannya ke kampus sebelum ayahnya tiba. Kemudian Hamid membuka pintu dan mendorongnya. Dia begitu terobsesi untuk melihat gadis yang sangat cantik itu dan membayangkan dirinya melakukan kehinaan dan dosa bersamanya.

Akan tetapi, betapa ngeri bercampur kaget dan pedih saat Hamid melihat hal yang bisa menghilangkan akal dan nalar sehatnya dan menerbangkan hati dan pikirannya!! Dan andaikan saja dia tidak pernah melihatnya!! Sungguh, Hamid melihat saudarinya, Rabab sedang duduk di dalam apartemen!! Ternyata, Rabab alias adiknya adalah pacar dan kekasih Adil yang telah mengajaknya berkencan di dalam apartemennya!!

Rabab tersentak karena saking kagetnya. Ternyata Hamid, saudara kandung tertuanya sedang berdiri di hadapannya. Apa yang membuatnya datang kemari saat ini!! Bagaimana Hamid bisa tahu dia ada di dalam apartemen ini?!! Apakah Hamid mengetahui dia telah menjual harga diri dan kehormatannya kepada Adil pada pagi hari ini?!! Seketika, pandangannya tampak redup. Mulutnya terbungkam karena risau dan terkekang oleh rasa takut. Dia merasakan adanya ledakan mengerikan yang menyemburkan hawa panas ke dinding-dinding kepalanya di depan pelototan kedua mata kakaknya yang telah hilang akalnya. Dia bisa merasakan tingginya nada suara Hamid sewaktu berteriak ke mukanya seperti orang kalap setelah api cemburu tersembur dari kedua matanya. Hamid berkata, "Apa yang telah kamu perbuat, hai wanita jalang yang mencoreng kehormatan, kemuliaan dan pamor kami?!"

Rabab pun gemetar bagaikan bulu diterpa angin yang sangat kencang, sementara rasa malu membuat merah raut mukanya! Hamid tak butuh bertanya ke-padanya tentang apa yang membuatnya nyasar ke apartemen ini! Adil telah memberitahu kepadanya melalui telepon bahwa dia adalah pacarnya, dan bahwa Adil telah merenggut kegadisan dan kesuciannya.

Hamid mulai menatapnya dengan pandangan yang berapi-api dan menakutkan seperti pandangan yang mendahului kegilaan. Lalu dia menjambak rambut Rabab yang hitam berombak dan mendorongnya dengan kuat hingga Rabab terjerembab ke tanah. Rabab bangun dan bergelayutan pada rumbai baju kakaknya setelah tersungkur di hadapannya dalam keadaan tertunduk dan memohon, sedang air matanya memba-sahi kedua pipinya. Dia memelas kepada Hamid dengan suara lirih dan sesenggukan, "Berilah kasihan dan ampunan, wahai Hamid. Aku berjanji padamu untuk tidak akan mengulangi perbuatan semacam ini sepanjang hidupku… Sementara darahnya membeku di mukanya, Hamid membalas ucapannya, "Sekarang dan setelah semuanya terjadi, kamu baru mengucapkan kata-kata ini. Sesungguhnya kematianmu lebih baik bagi kami daripada hidupmu. Kamu mencemarkan nama baik kami dan mencoreng muka kami dengan aib dan kehinaanmu di tengah-tengah masyarakat, wahai wanita jalang…"

Sampai sini, Hamid mengeluarkan sebilah pisau yang dibawanya di balik bajunya. Dia mengacungkannya tinggi-tinggi ke atas, lalu menghunjamkannya ke dada saudarinya dan menusuknya dengan tusukan yang menembus ulu hatinya. Rabab mengeluarkan jeritan yang menggema yang membuat dinding apartemen bergoncang. Kemudian dia mengikutinya dengan tusukan-tusukan secara beruntun yang mencabik-cabik isi perutnya, untuk menewaskannya dan mematikan jalinan cinta gelap yang menggelora di hatinya dan menghilangkan aib dan cela bersamanya!! Secara bertubi-tubi, tusukan-tusukan pun dihunjamkan ke tubuh Rabab yang bersimbah dosa. Dia menjerit dan meminta tolong…yaitu jeritan-jeritan yang mencerai beraikan hati. Belum sempat jeritan-jeritan itu merada secara perlahan-lahan, hingga Rabab tersungkur menjadi mayat yang beku dan bersimbah darah segar yang berwarna kemerah-merahan, tanpa mengeluarkan keringat dan mengedipkan mata. Rabab pun telah tewas dibunuh Hamid, kakaknya sendiri sebagai balasan atas harga diri dan kehormatannya yang tercoreng!!

Sampai di sini, Hamid tetap berdiri pada bangkai yang membeku itu, sedang tangannya berlumuran darah. Dia berteriak dan berkata, "Kini… telah mati kehinaan dan aib itu!! Kini… telah terkubur cela itu!" Kemudian dia duduk pada sofa terdekat untuk beris-tirahat dan menghirup nafasnya yang tersengal-sengal… Ketika dia sedang rebahan di atas sofa, tiba-tiba dia mendengar bunyi kunci bergerak di pintu dan mendengar suara sahabatnya, Adil memanggil, "Rabab…. Kekasihku… Ini aku telah kembali kepadamu…"

Kedatangan Adil ke apartemen saat itu adalah suatu hal yang tak terduga, karena semestinya dia masih tertahan di tempat pemarkiran. Akan tetapi, pada seksi lalu lintas itu dia bertemu salah seorang polisi yang mempunyai hubungan erat dengannya. Polisi ini berusaha mengeluarkannya dari tempat tahanan ini dengan jaminan uang. Begitu keluar dari tempat pemarkiran itu, Adil bergegas menuju ke apartemennya untuk memastikan apakah Rabab masih berada di dalamnya. Atau sahabatnya, Hamid telah membawa dan mengantarnya ke kampusnya. Mendengar suara Adil, serentak api cemburu berkobar dalam hati Hamid. Dengan sigap, dia langsung melompat, meraih pisaunya dan bersembunyi di balik pintu. Belum sepenuhnya Adil masuk ke dalam apartemen dan menjulurkan punggungnya ke pintu, hingga Hamid melompat dari belakang dan menghempaskannya ke tanah lalu menduduki dadanya dan menghujamkan pisaunya ke wajah Adil.

Adil terpana dengan pemandangan ini. Dia berteriak memohon dan memelas sambil berkata, "Hamid, apa yang terjadi denganmu?! Apa yang telah menimpamu?! Kenapa kamu menghunjamkan pisau kepadaku sedang aku adalah sahabat, teman dan patner hidupmu?"

Hamid berteriak dan berkata, "Lihatlah mayat itu. Sesungguhnya dia adalah mayat Rabab, kekasihmu. Aku telah membunuhnya dengan kedua tanganku ini. Tahukah kamu siapa Rabab ini, hai Adil? Dia adalah adik dan saudari kandungku dari ibu dan bapakku! Dia adalah saudariku yang telah kamu rampas harga diri, kesucian dan kehormatannya. Aku harus membunuhmu, wahai Adil, seperti aku telah membunuhnya, agar kejahatan dan aib ini sirna seiring kematian kalian!!

Kemudian dia menurunkan pisaunya dan menghunjamkannya secara bertubi-tubi ke dada Adil yang langsung menjerit, meminta tolong dan memelas, tapi sudah tak ada gunanya!! Darah memuncrat dari tubuh Adil, dan dia berusaha melawan sebisanya. Namun, dia tunduk dan menyerah di tangan tukang jagal dan sekaligus sahabatnya, Hamid. Tanpa henti-hentinya tusukan pun dihunjamkan oleh Hamid sampai dia yakin betul bahwa Adil telah tewas dan menjadi mayat yang membeku dan tak bergerak!!

Pada saat itulah, Hamid berdiri pada bangkai Adil yang bermandikan darah segar, lalu dia tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Kini, aku telah membalas harga diri dan kehormatanku darimu, hai orang hina yang biadab…" Kemudian dia membanting tubuhnya yang capek dan letih pada salah satu mebel empuk yang ada di dekatnya dan dia pun berbaring rebahan di atasnya.

Untuk beberapa saat lamanya, Hamid dalam kondisi seperti ini. Lalu dia dikejutkan pintu apar-temen yang didobrak dan dia melihat sekelompok polisi masuk. Polisi langsung berkata, "Jangan bergerak dari posisimu, dan jangan berusaha melawan atau kabur. Rumah ini sudah terkepung oleh polisi."

Hamid tahu bahwa tak ada gunanya untuk mela-wan dan memungkirinya. Mayat dan darah yang melumuri tanah, juga pakaian dan kedua tangannya yang berlumuran darah sebagai saksi atas apa yang telah terjadi. Hamid menyerah kepada apa yang terjadi. Dia pun diam tak bergerak dan salah seorang polisi menghampirinya lalu memborgol kedua tangannya, tanpa ada perlawanan darinya.

Polisi pun menginterogasinya, lalu mereka berkemas-kemas meninggalkan apartemen dan menuju markas. Pak polisi bertanya, "Apa yang telah terjadi?! Kami menerima informasi dari salah seorang peng-huni gedung apartemen tentang keberadaan seorang lelaki dan wanita di salah satu ruang apartemen dan bunyi suara jeritan dan minta pertolongan dari si wanita. Lalu kami pun datang untuk menyelamatkannya, tapi ternyata kami datang telat dan setelah semuanya terjadi… "

Hamid menjawabnya dengan sikap dingin dan santai, "Ini sahabatku Adil, dan itu adalah saudariku Rabab. Adil membawanya ke apartemen ini pada pagi ini dan merenggut kehormatannya atas dasar suka sama suka dan kesepakatan bersama, lalu aku pun membu-nuh keduanya untuk menghilangkan kehinaan, cela dan aib bersamanya. Nah, sekarang aku berada di hadapan kalian, maka silahkan kalian memperlakukan aku sesuka hati !!"

Hamid digiring ke markas polisi, dan penyelidikan pun selesai. Dia telah mengakui semua apa yang telah diperbuatnya, dan berkas-berkasnya telah dipindahkan ke Lembaga Pengadilan untuk menjatuhkan vonis yang sebanding dengan tindakannya. Akhirnya, pengadilan menjatuhkan vonis mati terhadapnya.

Pada suatu pagi, terbit koran harian yang memuat pada lembar halaman bagian depan (headline) berita pelaksanaan eksekusi mati terhadap Hamid, dan men-ceritakan semua rincian tragedi berdarah yang memilukan itu…

Demikianlah terurainya tabir penutup terhadap kesedihan yang meresahkan ini. Demikianlah tragedy yang mengerikan itu berkesudahan dengan terbunuhnya tiga nyawa sekaligus: Adil, Rabab dan Hamid. Penyebabnya adalah iseng-iseng lewat telepon, rayuan manis, kata-kata cinta, menuruti ajakan syahwat yang membabi buta, dan penelantaran oleh kedua orang tua untuk memberi putrinya pendidikan yang baik dan sebaliknya malah mempercayainya secara berlebihan. Demikianlah, buah rayuan itu berbuntut hilangnya kehormatan, terbunuhnya nyawa manusia, serta tersingkapnya cela, kehinaan dan aib. (lihat: Qatilat al-Hatif, karya Abul Qa'qa' Muhammad bin Shalih bin Ishaq ash-Shai'ari)

Maka, ambillah (kejadian itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki pandangan.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN, KARYA MUHAMMAD SHALIH AL-QAHTHANI. PENERBIT DARUL HAQ, TELP.021-4701616)
posted by remaja kini @ 4:50 PM   |
Kisah Pemudi Yahudi Yang Memeluk Islam
Wahai saudara-saudaraku! Agama ini meru-pakan sebuah agama yang agung. Jika ada seseorang yang mendakwahkannya dengan lurus dan benar maka jiwa yang suci pasti akan menerimanya, walau apapun agama yang sedang ia anut atau dari bangsa manapun ia berasal. Dalam kisah ini, penulis kisah yang telah kami pilihkan untuk kalian dari jaringan internet berkata, teman wanita pemudi itu berkata, "Aku melihat wajahnya berseri-seri di dalam sebuah masjid yang terletak di pusat kota kecil di Amerika, sedang membaca al-Qur'an yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Aku ucapkan salam kepadanya dan ia membalasnya dengan iringan senyum. Kami pun membuka obrolan dan dalam waktu singkat kami menjadi dua orang sahabat yang sangat akrab.

Pada suatu malam, kami bertemu di tepi sebuah danau nan indah. Di sanalah ia menceritakan kisah keislamannya. Mari kita simak kisah tersebut.

Ia berkata, "Aku hidup dalam rumah tangga Ame-rika penganut agama Yahudi yang berantakan. Setelah ayah dan ibuku bercerai, ayahku menikah dengan wa-nita lain. Ibu tiriku ini sering menyiksaku. Pada usia 17 tahun aku lari dari rumah dan pergi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di sana aku bertemu dengan seorang pemudi Arab mereka (sebagaimana yang ia ceritakan) adalah teman tempat pelarianku yang sangat baik. Mereka semua tersenyum padaku kemudian kami menyantap hidangan makan malam. Akupun ikut melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Setelah menyantap hidangan, aku lang-sung kabur, karena aku tidak suka persahabatan seperti ini. Ditambah lagi aku tidak menyukai bangsa Arab.

Hidupku yang sengsara tak pernah merasa tenang, selalu dirundung kegelisahan. Aku mulai mendalami agama dengan tujuan ingin mendapatkan ketenangan rohani dan kekuatan moril dalam menjalani kehidup-an. Namun semua itu tidak aku dapati dalam agama Yahudi. Ternyata agama ini hanya menghormati kaum wanita namun tidak menghormati hak asasi manusia dan sangat egois. Setiap mengajukan suatu pertanyaan aku tidak mendapatkan jawaban. Lalu aku berpindah ke agama Nasrani. Ternyata dalam agama ini banyak pertentangan yang sulit diterima akal dan hanya me-nuntut kita agar menerimanya. Berkali-kali aku tanya-kan bagaimana mungkin Tuhan membunuh anakNya? Bagaimana cara ia melahirkan? Bagaimana mungkin kita mempunyai tiga Tuhan sementara satu pun tidak ada yang dapat kita lihat? Lalu aku bertekad untuk meninggalkan semua itu. Namun aku yakin bahwa alam ini pasti ada yang menciptakan. Setiap malam aku selalu berpikir dan berpikir hingga pagi menjelang.

Pada suatu malam tepatnya ketika menjelang pagi, terbersit keinginan untuk bunuh diri untuk meng-akhiri kegalauan ini. Aku berada di dalam ruangan yang tak bermakna. Hujan yang deras, gulungan awan yang tebal seakan memenjarakanku. Apa yang ada di sekitarku seolah ingin membunuhku. Pepohonan me-mandangku dengan pandangan sinis, siraman air hujan mengalunkan irama kebencian. Kupandang dari balik jendela, di dalam sebuah rumah terpencil. Aku merasa diriku rendah di hadapan Allah.
Ya Tuhanku! Aku tahu Kau ada di sana. Aku tahu Kau menyayangi-ku. Aku seorang terpenjara, hambaMu yang lemah, Tunjukilah jalan yang harus kutempuh, Ya Tuhanku! berilah aku petunjuk! Atau cabut saja nyawaku. Aku menangis tersedu-sedu hingga tertidur.

Pada pagi hari aku bangun dengan ketenangan hati yang belum pernah aku rasakan. Seperti biasa aku keluar mencari rizki dengan harapan semoga ada yang mau memberiku sarapan, atau mengambil upah dengan mencuci piringnya. Di sanalah aku bertemu dengan se-orang pemuda Arab kemudian aku berbincang-bincang dengannya cukup lama. Setelah sarapan, ia memintaku untuk datang ke rumahnya dan tinggal bersamanya, lalu aku pun ikut dengannya. Ketika kami sedang menyantap makan pagi, minum dan bercanda, tiba-tiba muncul seorang pemuda berjenggot yang ber-nama Sa'ad. Nama tersebut aku ketahui dari temanku yang sambil terkejut menyebut nama pemuda itu. Pemuda itu menarik tangan temanku dan menyuruh-nya keluar. Tinggallah aku sendirian duduk gemetar. Apakah aku sedang berhadapan dengan seorang te-roris? Tetapi ia tidak melakukan sesuatu yang mena-kutkan, bahkan ia memintaku dengan lemah lembut agar aku kembali ke rumahku. Lalu aku katakan kepa-danya bahwa aku tidak punya rumah. Ia meman-dangku dengan perasaan terharu.

Kesan ini dapat aku tangkap dari mimik wajah-nya. Kemudian ia berkata, 'Baiklah, kalau begitu ting-gallah di sini malam ini, karena di luar cuaca teramat dingin dan pergilah besok. Kemudian ambil uang ini semoga bermanfaat sebelum kamu mendapat peker-jaan.' Ketika ia hendak pergi aku menghadangnya lalu aku ucapkan terima kasih. Aku katakan, 'Tetaplah di sini dan aku yang akan keluar, namun aku harap eng-kau menceritakan apa yang mendorongmu melakukan ini terhadap aku dan temanmu. Ia lalu duduk dan mulai bercerita kepadaku sementara matanya meman-dang ke bawah. Katanya, 'Sebenarnya yang mendo-rongku berbuat seperti itu karena agama Islam mela-rang melakukan segala yang haram, seperti berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahram dan me-minum khamar. Islam juga mendorong untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan menganjurkan untuk berakhlak mulia.' Aku merasa heran, apakah mereka ini yang disebut teroris? Tadinya aku mengira mereka selalu membawa pistol dan membunuh siapa saja yang mereka jumpai. Demikian yang aku dapatkan dari media massa Amerika.

Aku katakan, 'Aku ingin mengenal Islam lebih dalam, dapatkah engkau memberitahukannya kepada-ku?' Ia berkata, "Aku akan bawa kamu ke sebuah keluarga muslim yang taat dan kamu dapat tinggal di sana. Aku tahu mereka akan mengajarkan sebaik-baik pengajaran kepadamu." Kemudian pemuda itu mem-bawaku pergi. Pada jam 10 aku sudah berada di rumah tersebut dan mendapat sambutan hangat. Lalu aku mengajukan beberapa pertanyaan sedang Dr. Sulaiman sebagai kepala rumah tangga menjawab pertanyaan tersebut sampai aku merasa puas. Aku merasa puas karena aku telah mendapatkan jawaban pertanyaan yang selama ini aku cari. Yaitu agama yang terang dan jelas yang sesuai dengan fitrah manusia. Aku tidak mengalami kesulitan dalam memahami setiap apa yang aku dengar. Semuanya merupakan kebenaran. Ketika mengumumkan keislamanku, aku merasa ada-nya sebuah kebangkitan yang tiada tara.

Pada hari kebangkitanku itu atas kesadaranku sendiri aku langsung memakai cadar. Tepat jam 1 siang Sayyidah (Nyonya Sulaiman) membawaku ke sebuah kamar yang terbaik di rumah itu. Ia berkata, 'Ini kamarmu, tinggallah di sini sesuka hatimu.' Ia melihatku tengah memandang ke luar jendela. Aku tersenyum sementara air mata berlinang membasahi pipiku. Ia bertanya mengapa aku menangis. Aku ja-wab, 'Kemarin pada waktu yang sama aku berdiri di balik jendela merendahkan diri kepada Allah.'

Aku berdo'a, 'Ya Tuhanku! Tunjukilah aku jalan kebenaran, atau cabut saja nyawaku.' Sungguh Allah telah menunjukiku dan memuliakanku. Sekarang aku adalah seorang muslimah bercadar dan terhormat. Ini-lah jalan yang aku cari, inilah jalan yang aku cari. Sayyidah memelukku dan ikut menangis bersamaku'."

(SUMBER: SERIAL KISAH-KISAH TELADAN KARYA Muhammad Shalih al-Qahthani. Penerbit DARUL HAQ, TELP.021-4701616)
posted by remaja kini @ 4:48 PM   |
Frans Emile : Merasa Tenang Setelah Melakukan Salat
FRANS Emile (42) lahir di Manado 27 November 1963. Sudah sejak lama Frans berkeinginan untuk masuk agama Islam. Niatan itu timbul sejak Frans duduk di bangku Sekolah Menegah Pertama. Ketertarikan itu setelah ia melihat sosok kakaknya yang memeluk Islam terlebih dulu. "Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kakak salat, sepertinya kakak saya bahagia setelah masuk Islam. Saya jadi tertarik untuk mengikuti jejak kakak," ungkap Frans kepada NURANI dr Perum Mentan Sejahtera Blok AU No. 47 Candi, Sidoarjo.

Semakin hari, batin suami dari Endah ini terus bergolak. Semakin hari, keinginan itu semakin mantap. Tetapi ia sama sekali tak berdaya. la hanya bisa menahan diri dan belum berani untuk pindah agama karena takut diusir dari rumah. "Saya pasti diusir seperti kakak saya," tutur Frans.

Melihat Kakak Salat

Ayah Lisa dan Alfan yang berprofesi sebagai driver di Maspion ini sadar bahwa akan ada risiko yang cukup besar apabila mengikuti jejak sang kakak. Risiko itu adalah diusir dari rumah. Pertentangan antara keinginan untuk masuk Islam dan ketakutan akan risiko yang akan ditanggungnya telah membuat kegelisahan yang teramat dalam di hati Frans.

Satu pertanyaan yang ada pada diri Frans, kapan kesempatan ia bisa masuk Islam itu datang kepadanya? Tetapi ia yakin bahwa untuk menuju jalan yang baik, risiko pasti ada dan risiko itu akan dihadapinya dengan ketabahan dan ikhlas.

Pernah di suatu saat hatinya sangat terharu ketika ia diam-diam memperhatikan sang kakak salat. Keharuan itu telah membimbingnya mengambil air wudu meski tidak tahu harus membaca apa tapi ia meniru tata cara melakukan wudu dan melakukan salat layaknya orang muslim.

"Kejadian itu menjadi pertanyaan dalam diri saya, mengapa saya melakukan ini? Atau inikah petunjuk dari Allah agar saya menjadi seorang muslim?" tutur Frans mengenang beberapa tahun yang lalu.

Masuk Islam

Sejak itu ia belajar Islam secara sembunyi-sembunyi. Takut diketahui orang tuanya yang beragama lain. la belajar juga dengan kakaknya, tetapi tanpa diketahui orang tuanya. la selalu bertanya tentang Islam kepada teman-teman yang muslim dan meminta gambaran yang jelas.

Anehnya, setelah selesai melakukan ibadah salat seperti itu, Frans memperoleh ketenangan hati. "Memang, saat itu hati saya sedang gundah karena didesak oleh keadaan dan persoalan yang membelit, tapi alhamdulillah dengan salat ada ketenangan di hati saya sehingga saya lebih bisa inenghadapi kenyataan hidup," ungkap Frans.

Untuk selanjutnya saya ikuti saja bagaimana seorang rnuslim salat. Akhirnya, dengan segenap ketulusan hati, Frans memantapkan niatnya untuk menjadi seorang muslim. la menyatakan siap masuk Islam dengan segala risikonya, termasuk jika diketahui orang tuanya dan ia diusir dari rumah.

Setelah masuk Islam dan mengikrarkan diri di Masjid Cheng Hoo Surabaya rasa takut yang dulu menggelayuti pikirannya hilang berganti ketenangan. "Saya heran, mungkin itulah perubahan hidup setelah saya masuk Islam. Saya merasakan kesabaran yang ada dalam hati saya bertambah dan memang Islam itu sangat cocok pada diri saya sehingga saya bisa menikmati arti hidup ini," ujarnya.

Diusir Dari Rumah

Apa yang dicari Frans dalam Islam? Frans sendiri mengakui bahwa dirinya hanya ingin menjadi seorang muslim dalam arti yang sebenarnya. "Mempelajari Islam secara mendalam sehingga bisa merasakan hidup bahagia dalam keislaman adalah tujuan saya," ungkap Frans.

Akhirnya, secara terbuka ia menyarnpaikan maksudnya untuk masuk Islam kepada kedua orang tua. Mendengar pemaparan Frans, kedua orangtuanya sangat marah dan ia diusir dan rumah. "Kalau kamu masih bersikeras dengan keputusanmu itu, silakan kamu angkat kaki dari rumah ini dan jangan panggil aku ayah lagi!" papar Frans

Mendengar perkataan ayahnya yang kasar itu, Frans meneteskan air mata kesedihan. Hati siapa yang tidak sedih ketika ia harus berpisah secara tidak baik dengan kedua orangtuanya yang telah membesarkan dan memberinya kasih sayang selama ini. "Ini merupakan keputusan saya memeluk Islam yang sangat saya yakini kebenarannya," ungkap Frans.

Sekarang orang tua Frans merasa kehilangan dua orang anak lelakinya yang diusir dari rumah lantaran pindah agama. Lama kelamaan orang tuanya menyadari akan suatu kenyataan yang tak bisa dibantah. "Alhamdulillah bahwa orang tua saya kini menyadarinya dan tetap mengakuinya sebagai anak serta tetap melakukan silaturahim, " ujarnya.

(Sumber: Nurani Edisi 254/Myquran.org, dari situs www.swaramuslim.net)
posted by remaja kini @ 4:46 PM   |
Punya Hutang Tapi Bersumpah Mengingkari, Keluar Pengadilan Terjatuh Dan Mati Seketika!!
Dia berdiri di depan hakim dan mengingkari bahwa ia telah berhutang sebanyak 500.000 dinar milik ahli waris Syaikh Ibrahim Muhammad. Hakim memintanya untuk bersumpah bahwa Syaikh Ibrahim tidak pernah memberinya hutang sebanyak itu dan pemberian itu bukan hutang. Lalu ia bersumpah kemudian setelah itu hakim menetapkan bahwa ia tidak berhutang. Belum lagi ia sempat keluar dari pintu pengadilan, ia terjatuh dan mati. Kejadian ini terjadi pada tahun 1954 di salah satu kota di negara Irak. Namun kisah tersebut tidak bermula seperti ini. Kami akan ceritakan kisah kejadian sebenarnya.

Syaikh Ibrahim adalah seorang pedagang besar yang dermawan. Ia tidak pernah menolak orang yang meminta atau mengecewakan orang yang berharap kepadanya.

Pada suatu hari Sayid Jabir datang ke kantor beliau di Khan Syath di tepi sungai Tigris, lalu mengemukakan maksudnya.

Sayid Jabir berkata kepada Syaikh Ibrahim, "Saya adalah tetangga anda, ayahku termasuk sahabat karib anda. Ketika wafat, ia berpesan jika saya ada keperluan atau ada kesulitan agar meminta bantuan anda. Sebagaimana anda ketahui bahwa pada tahun ini hasil panen tidak menguntungkan, tanah menjadi kering, hujan tidak turun dan kondisi semakin sulit.

Aku tak tahu bagaiamana cara mengatasinya. Aku telah berhutang kepada rentenir. Aku harus membayar hutangku tersebut, jika tidak maka rahasiaku akan terbongkar dan rival-rivalku akan tertawa melihatku. Hari ini aku mendatangi anda semoga anda sudi meminjamkan uang sebesar 500.000 dinar untuk membayar hutang yang melilit leherku kepada rentenir, membeli bibit dan untuk mengatasi urusanku. Aku berjanji akan membayar hutangku pada musim panen gandum di tahun depan."

Syaikh berdiri ke brangkas uang yang ada di kantornya dan memberikan kepada Sayid Jabir lalu menuliskan jumlah uang tersebut dalam buku kas. Jabir mengucapkan rasa terima kasihnya atas pemberian itu dan meminta agar dituliskan dibuat surat promes (surat pengakuan hutang). Namun Syaikh berkata, "Terima kasih saya rasa tidak perlu, cukuplah Allah saksi antara engkau dan aku, Dia sebaik-baik Wakil dan sebaik-baik saksi."

Satu tahun kemudian Syaikh Ibrahim meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung dengan meninggalkan seorang istri dan empat orang anak, yang sulung masih berusia 13 tahun. Istri beliau memeriksa buku-buku kas perdagangan suaminya yang dibantu oleh saudaranya yang profesinya sebagai seorang pengacara. Dari dalam buku tersebut si istri mengetahui secara rinci orang-orang yang berhutang kepada suaminya.

Hari-hari dan bulan terus berlalu setelah kematian suaminya, lalu ia mengirim utusan ke Sayid Jabir untuk menagih hutang suaminya. Tetapi Sayid Jabir mengingkari bahwa ia pernah berhutang kepada suaminya. Ia mengaku telah membayar hutang tersebut kepada suaminya. Mungkin suaminya lupa mencatat pembayaran tersebut di buku kas.

Kisah ini terdengar oleh orang banyak. Sebahagian mendengar bahwa Syaikh Ibrahim telah memberikan hutang kepada Sayid Jabir dan mereka katakan bahwa Sayid telah membayar hutang tersebut. Jika Sayid Jabir masih berhutang tentunya ia telah menunjukkan kepada ahli waris promes (surat pengakuan hutang) setelah Syaikh Ibrahim meninggal.

Dalam menanggapi masalah ini para tetangga terbagi menjadi dua kubu, kubu yang berpihak kepada ahli waris Syaikh Ibrahim yaitu mereka mengatakan bahwa beliau meminjamkan uang dengan mencukupkan hanya Allah sebagai saksi tanpa ada surat-surat perjanjian dan kubu yang membela Sayid Jabir, mereka katakan bahwa tidak mungkin Syaikh Ibrahim memberi sejumlah uang tanpa ada promes. Istri Syaikh Ibrahim meminta bantuan beberapa orang-orang shalih di lokasinya untuk membujuk agar Sayid Jabir mau membayar hutang tersebut. Namun ia tetap mengingkarinya dan tetap bersikeras serta menolaknya, seakan ia sebuah batu gunung yang keras.

Sebagaimana (di kalangan bangsa Arab-red) obat yang dijadikan pamungkas adalah ‘Kay’ (besi yang dipanaskan), demikian juga akhir perselisihan diputuskan melalui pengadilan. Perkara ini diangkat ke dewan hakim. Istri Syaikh Ibrahim mewakilkan perkara ini kepada saudaranya yang pengacara untuk melaporkannya kepada para hakim.

Pada hari persidangan, si tertuduh hadir di depan pengadilan, lalu menyerahkan urusan ini kepada Hakim al-Ustadz (...) yang menceritakan secara rinci kepadaku kisah tersebut. Di antara yang ia katakan, "Aku sangat yakin bahwa Sayid Jabir pernah berhutang kepada Syaikh Ibrahim sebanyak itu. Namun aku tidak punya bukti sama sekali selain buku kas yang mencantumkan uang yang telah dia pinjamkan kepada masyarakat. Hanya berupa bukti ini, tidak cukup kuat untuk dijadikan Sayid sebagai tertuduh."

Sayid Jabir tidak mengingkari bahwa ia pernah berhutang dengan Syaikh Ibrahim, tetapi ia katakan bahwa ia sudah memulangkan hutang tersebut setahun setelahnya.

Salah seorang saksi mengatakan bahwa ia mendengar bahwa Sayid Jabir memuji Syaikh Ibrahim dan menyebutkan bahwa ia telah menyelamatkannya dari kemiskinan dan kefakiran dengan memberinya pinjaman uang dan menjadikan Allah sebagai saksi, namun saksi tersebut tidak menyebutkan jumlah uang yang dipinjam dan kapan ia mendengarnya dari Sayid Jabir.

Semua perkara ini seakan terbang di hembus angin. Aku berusaha menggiringnya agar mengakui hutang tersebut, namun dia dapat berkelit dalam memberikan jawaban.

Dalam menyelesaikan perkara seperti ini harus menggunakan kaidah, “Penuduh harus mendatangkan bukti dan sumpah bagi yang mengingkari.” Aku katakan kepada si tertuduh, "Apakah anda berani bersumpah dengan nama Allah bahwa anda punya hutang 500.000 dinar dengan Syaikh Ibrahim dan sudah anda bayar kepada Syaikh?"
Tertuduh menjawab, "Aku bersumpah atas nama Allah..."

Lalu ia memberikan sumpahnya. Kemudian sang hakim menetapkan bahwa Sayid Jabir tidak berhutang.

Tertuduh keluar dari persidangan dengan sombong seraya mengangkat kepala. Ia saat itu sangat bersemangat, gagah, sehat, kuat dan masih berusia muda. Ketika hendak meninggalkan persidangan bersama para hadirin, tiba-tiba aku mendengar suara gaduh dari ruang persidangan.

Aku bergegas keluar melihat apa gerangan yang sedang terjadi. Aku terkejut melihat si tertuduh yang tadi di hadapanku, yang sebelumnya dalam keadaan segar-bugar, bersemangat, masih muda dan gagah tiba-tiba tergeletak di lantai dengan mata terbelalak, mulut terbuka dan wajah menguning seolah-olah pohon busuk yang tumbang di atas tanah tidak mempunyai kekuatan apa pun. Orang-orang disekitarnya berbisik, "Ia telah mati."

Istri Syaikh Ibrahim tinggal di dekat rumah. Dia masih mempunyai hubungan keluarga denganku dan aku ingin mendengar kisah tersebut darinya maka aku bertanya tentang berita tersebut. Di antara yang ia katakan, "Syaikh Ibrahim adalah seorang yang senang berbuat baik kepada masyarakat terutama kepada para tetangga beliau. Beliau meminjamkan uang kepada orang-orang yang membutuhkan dengan hanya mencatat hutang tersebut di buku pribadinya.

Aku pernah menyesali perbuatannya itu, namun ia berkata, 'Harta ini milik Allah, dahulu aku fakir lalu Allah memberi aku kekayaan. Dahulu aku yatim kemudian Allah memberi aku perlindungan. Aku tidak akan menghardik anak yatim dan membentak si peminta.' Biasanya ia mengakhiri ucapannya, 'Wahai seandainya setiap kuburan mempunyai hutang kepadaku.' Aku menyaksikan persidangan Sayid Jabir dan aku mendengar ucapannya dan aku tidak ragu bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Setelah terdakwa memberikan sumpahnya maka Hakim memutuskan bahwa ia tidak berhutang. Ketika tertuduh bersumpah, tubuhku merinding karena aku yakin sekali bahwa ia berbohong dan telah durhaka kepada Allah SWT. Pada saat itu aku bermunajat kepada Allah SWT, 'Sesungguhnya Engkau mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi dan Engkau Maha Mengetahui ilmu-ilmu ghaib, jika Sayid Jabir berdusta dalam sumpahnya maka jadikanlah ia sebagai pelajaran bagi manusia... wahai yang Mahakuat dan Maha-perkasa. Si tertuduh keluar dari ruang sidang dan aku memperhatikannya namun beberapa langkah dari pintu ruang sidang ia jatuh dan mati."

Sungguh Sayid telah selamat dari hukum dunia namun ia takkan selamat dari Hakim langit dan bumi. Tidak terjadi pertengkaran antara Sayid dan ahli waris Syaikh Ibrahim, bahkan yang terjadi antara dia dan Penguasa langit dan bumi.

Pada suatu malam di musim dingin, ketika udara dingin sangat menusuk disertai dengan curahan hujan, ketika orang-orang sudah beranjak ke peraduan dan udara dingin tidak membiarkan mereka menikmati kehangatan dan waktu istrahatnya, pada saat itu malam sudah larut dan gelap gulita tiba-tiba bel rumah Syaikh Ibrahim berdering terus menerus dengan kuat. Seo-rang wanita berpakaian hitam di temani seorang anak berusia enam tahun berada di pintu. Istri Syaikh Ibrahim membuka pintu tersebut untuk melihat siapa gerangan sang pengetuk pintu, ternyata ia adalah istri Sayid Jabir bersama anak tunggalnya.

Istri Sayid Jabir berkata kepada istri Syaikh Ibrahim, "Suamiku telah mengingkari bahwa ia berhutang kepada Syaikh Ibrahim, namun aku tahu ia berdusta. Aku telah mengharapkan padanya agar ia mau membayar hutang tersebut dan aku terus mendesaknya, namun tetap bersikeras melakukan kajahatannya itu."

Dan sekarang suamiku telah membayar kedustaannya dengan harga yang sangat mahal. Inilah uang yang dulu pernah dipinjam suamiku dari suamimu.!!"

Lalu ia meletakkan kantong yang berisikan uang sebanyak 500.000 dinar lantas bergegas kembali ke rumahnya diikuti oleh anaknya tanpa mendengar sepatah katapun dari istri Syaikh Ibrahim. Istri Syaikh Ibrahim tercenung di pintu rumahnya melihat dua bayangan pergi hingga hilang di kegelapan. Ia pergi keperaduan sambil mendengar deraian air hujan dan hembusan angin.

Allah tidak lupa dengan semut hitam di bawah batu hitam... bagaimana mungkin Dia lupa denganmu wahai manusia. Tidakkah engkau membaca Firman Allah SWT (artinya), "Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya." (Hud: 6).

Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya ruh suci berhembus di jiwaku bahwa setiap yang bernyawa tidak akan mati hingga ia memperoleh semua rizkinya."

Sesungguhnya keyakinan terhadap Allah, beriman, bertauhid, bertawakal dan berbaik sangka kepada-Nya adalah jalan kebaikan dan kesejahteraan.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN Karya Muhammad Shalih al-Qahthani, seperti yang dinukilnya dari Kisah-kisah Su'ul Khatimah karya Manshur bin Nashir al-'Iwaji, dengan perubahan seperlunya)
posted by remaja kini @ 4:45 PM   |
Akibat Kesombongan Diri
Konon, pada suatu perkampungan di Syiria ada seorang petani yang sangat percaya diri dengan kekuatan fisiknya yang dikaruniakan Allah Sang Maha Pencipta kepadanya. Suatu malam, petani ini pulang ke rumahnya dengan melintasi jalanan pekuburan sebagai ganti jalan lain yang biasa dilewati para penduduk desa sewaktu pergi pagi dan pulang sore. Para penduduk desa telah memperingatkan petani itu akan berbagai resiko sewaktu melintasi jalan pekuburan di malam hari. Akan tetapi, petani yang terpedaya oleh kekuatannya ini sama sekali tidak menghiraukan peringatan mereka. Bahkan, dia nekat untuk melintasi jalanan pekuburan itu sendirian tanpa ditemani seorang pun dari penduduk desa.

Secara kebetulan ada seorang petani dari desa lain melewati jalan yang sama menuju desanya yang bersebelahan. Dia kemalaman di jalan sehingga terpaksa melewati jalan pekuburan itu untuk bisa sampai ke desanya secara pintas. Dia berjalan tergopoh-gopoh, namun tak kunjung sampai di ujung jalan. Terlihat oleh kedua matanya, pintu gerbang kuburan yang besar yang di atasnya tertancap obor kecil sehingga membuatnya gembira dan mengusir rasa takutnya. Dia semakin mempercepat langkahnya menuju pintu gerbang itu. Di tengah-tengah langkahnya itu, tiba-tiba dia sedikit terpeleset dan terperosok ke dalam kubang kubur yang masih menganga yang dipersiapkan untuk penghuni baru. Diselimuti rasa takut dan kecemasan, dia meratapi hatinya. Dia mencoba berteriak dan dengan suara lantang memanggil para pejalan sambil meminta pertolongan. Namun, tiada seorang pun memenuhi panggilannya. Lalu dengan segala cara, dia berupaya keluar dari kubangan itu tanpa hasil. Dalam kondisi seperti itu, dia pun menyerah kepada nasib. Malam itu, dia memutuskan untuk tidur di dalam kubang kuburan.

Beberapa saat telah berlalu sedang dia terduduk di pojok liang kubur hingga terserang kantuk dan akhirnya tidur karena kelelahan.

Setelah beberapa saat, si petani yang terpedaya dan terbiasa melintasi jalanan pekuburan setiap malam itu memasuki lokasi kuburan. Dia menyusuri jalan seperti biasanya. Akan tetapi, Allah menghendaki dia terperosok ke dalam kubang yang sama di mana petani lain terjatuh di dalamnya. Sewaktu terjatuh, dia merasa hatinya telah mendahuluinya untuk mencium tanah. Dia mengerahkan segenap daya untuk bisa terbebas dari kubang kubur, rasa takut dan cemas yang telah menggerogoti seluruh pikirannya. Berulang kali dia coba untuk bisa keluar dari kubang itu, tapi tetap gagal. Pada saat itulah, petani yang lain terbangun. Dia berdiri menghampiri temannya untuk membisiki telinga-nya, "Aku sudah berusaha keluar dari kubur ini sebelummu, hai tuanku, tapi aku tak berhasil. Marilah kita melewati malam kita bersama-sama." Belum selesai petani yang malang ini menyelesaikan kata-katanya itu, sontak petani yang terpedaya itu tersungkur ke atas tanah kuburan itu dalam kondisi sekarat karena saking takutnya. Dia mengira si penghuni kuburlah yang membisikkan kata-kata itu ke telinganya.

Begitulah setelah sekian lamanya, orang yang terpedaya dan sangat congkak ini tidak pernah menduganya. Karena itu, janganlah seorang dari kita terpedaya oleh kekuatan, harta dan kedudukan. Dan hendaknya bersikap tawadhu'. Barangsiapa merasa rendah diri di hadapan Allah SWT, niscaya Dia akan mengangkat derajatnya. Rasulullah SAW bersabda, "Di kala seorang berjalan di suatu kampung yang membuatnya terpesona sambil menelusuri perbatasannya, tiba-tiba Allah membenamkannya ke dalam bumi. Dia pun tenggelam di dalamnya sampai hari kiamat." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)


(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani sebagai yang dinukilnya dari buku Kama Tadinu Tudanu, karya Sayyid Abdullah Sayyid Abdurrahman ar-Rifa')
posted by remaja kini @ 4:44 PM   |
Terpedaya
Konon, pada suatu perkampungan di Syiria ada seorang petani yang sangat percaya diri dengan kekuatan fisiknya yang dikaruniakan Allah Sang Maha Pencipta kepadanya. Suatu malam, petani ini pulang ke rumahnya dengan melintasi jalanan pekuburan sebagai ganti jalan lain yang biasa dilewati para penduduk desa sewaktu pergi pagi dan pulang sore. Para penduduk desa telah memperingatkan petani itu akan berbagai resiko sewaktu melintasi jalan pekuburan di malam hari. Akan tetapi, petani yang terpedaya oleh kekuatannya ini sama sekali tidak menghiraukan peringatan mereka. Bahkan, dia nekat untuk melintasi jalanan pekuburan itu sendirian tanpa ditemani seorang pun dari penduduk desa.

Secara kebetulan ada seorang petani dari desa lain melewati jalan yang sama menuju desanya yang bersebelahan. Dia kemalaman di jalan sehingga terpaksa melewati jalan pekuburan itu untuk bisa sampai ke desanya secara pintas. Dia berjalan tergopoh-gopoh, namun tak kunjung sampai di ujung jalan. Terlihat oleh kedua matanya, pintu gerbang kuburan yang besar yang di atasnya tertancap obor kecil sehingga membuatnya gembira dan mengusir rasa takutnya. Dia semakin mempercepat langkahnya menuju pintu gerbang itu. Di tengah-tengah langkahnya itu, tiba-tiba dia sedikit terpeleset dan terperosok ke dalam kubang kubur yang masih menganga yang dipersiapkan untuk penghuni baru. Diselimuti rasa takut dan kecemasan, dia meratapi hatinya. Dia mencoba berteriak dan dengan suara lantang memanggil para pejalan sambil meminta pertolongan. Namun, tiada seorang pun memenuhi panggilannya. Lalu dengan segala cara, dia berupaya keluar dari kubangan itu tanpa hasil. Dalam kondisi seperti itu, dia pun menyerah kepada nasib. Malam itu, dia memutuskan untuk tidur di dalam kubang kuburan.

Beberapa saat telah berlalu sedang dia terduduk di pojok liang kubur hingga terserang kantuk dan akhirnya tidur karena kelelahan.

Setelah beberapa saat, si petani yang terpedaya dan terbiasa melintasi jalanan pekuburan setiap malam itu memasuki lokasi kuburan. Dia menyusuri jalan seperti biasanya. Akan tetapi, Allah menghendaki dia terperosok ke dalam kubang yang sama di mana petani lain terjatuh di dalamnya. Sewaktu terjatuh, dia merasa hatinya telah mendahuluinya untuk mencium tanah. Dia mengerahkan segenap daya untuk bisa terbebas dari kubang kubur, rasa takut dan cemas yang telah menggerogoti seluruh pikirannya. Berulang kali dia coba untuk bisa keluar dari kubang itu, tapi tetap gagal. Pada saat itulah, petani yang lain terbangun. Dia berdiri menghampiri temannya untuk membisiki telinga-nya, "Aku sudah berusaha keluar dari kubur ini sebelummu, hai tuanku, tapi aku tak berhasil. Marilah kita melewati malam kita bersama-sama." Belum selesai petani yang malang ini menyelesaikan kata-katanya itu, sontak petani yang terpedaya itu tersungkur ke atas tanah kuburan itu dalam kondisi sekarat karena saking takutnya. Dia mengira si penghuni kuburlah yang membisikkan kata-kata itu ke telinganya.

Begitulah setelah sekian lamanya, orang yang terpedaya dan sangat congkak ini tidak pernah menduganya. Karena itu, janganlah seorang dari kita terpedaya oleh kekuatan, harta dan kedudukan. Dan hendaknya bersikap tawadhu'. Barangsiapa merasa rendah diri di hadapan Allah SWT, niscaya Dia akan mengangkat derajatnya. Rasulullah SAW bersabda, "Di kala seorang berjalan di suatu kampung yang membuatnya terpesona sambil menelusuri perbatasannya, tiba-tiba Allah membenamkannya ke dalam bumi. Dia pun tenggelam di dalamnya sampai hari kiamat." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani sebagai yang dinukilnya dari buku Kama Tadinu Tudanu, karya Sayyid Abdullah Sayyid Abdurrahman ar-Rifa')
posted by remaja kini @ 4:43 PM   |
Tewas Dalam Sebuah Cerita
Lelaki berinisial "A" adalah seorang yang berusia hampir 50 tahunan. Dia mempunyai sepuluh anak. Di antara mereka ada laki-laki dan perempuan. Dia teraniaya oleh pekerjaan dan menderita sakit. Konon, dia bisa menerima, merasa tenang dan rela dengan apa yang menimpanya. Dia tahu bahwa setelah susah ada senang dan setelah kesukaran ada kemudahan.

Dia sangat sedih dan selalu berduka akan kea-daan putri sulungnya, Nada, yang paras kecantikannya bak embun pagi. Dia hanya berharap bisa melihat hari di mana putrinya menjadi mempelai di rumahnya sebe-lum dia dijemput oleh kematian.

Nada, adalah seorang guru di salah satu pemu-kiman yang berjarak 200 Km dari tempat tinggalnya. Dia berpendapat bahwa ilmu adalah suatu risalah, dan bahwa ilmu adalah nilai tinggi yang bisa membantu untuk menyulut kemajuan, peradaban dan kebuda-yaan bagi generasi ini.

Dia cukup bahagia dengan profesinya itu meski sangat berat. Sehari-hari, dia sangat menderita dan mengeluh, tapi dia tetap menahan dan menjalaninya dengan penuh ketabahan. Cukuplah dia membantu untuk menghilangkan beban bapaknya dengan peran aktifnya dalam mengatur urusan rumah tangga setelah bapaknya menderita sakit dan hanya terbaring di atas ranjang.

Pernah dia kebingungan dan merasa pedih atas semua yang bergumul di sekitarnya, dan sebagai ganti daripada dia bercermin di depan kaca untuk meman-dangi dirinya, dia pun melihat kepada orang-orang di sekitarnya. Seketika, dia pun merasa sedih atas apa yang dialami orang tua dan saudara-saudaranya yang masih kecil.

Tanggung jawab telah membebankan suatu kewa-jiban bagi dirinya, dan memposisikannya dalam hem-busan angin. Bisa saja dia turun di tengah jalanan dan menjadi bahan tertawaan semua orang. Atau, menu-bruk dan melawan arus dengan segala kekerasannya, hingga dia bisa menyelamatkan bapak dan keluar-ganya dari kebutuhan. Dengan terpaksa, akhirnya dia memilih jalan yang terakhir, sedang di hadapannya tidak ada peluang untuk menentukan pilihan. Dia be-kerja dan merasakan kesengsaraan sepanjang bulan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan giat dan penuh keluh kesah.

Dia menampakkan ketenangannya di mata para siswinya yang masih kecil yang menggantinya dengan senyuman yang indah dan kejenakaan yang suci untuk bisa melupakan sebagian kesedihannya. Setiap hari skenario maut ini terus berulang. Keluh kesah yang begitu lama bersama bus yang tidak menghiraukan dasar-dasar keselamatan yang paling sederhana. Supir bus ini orang asing yang memusuhi bahasa Arab de-ngan semua keindahannya, sehingga dia tidak menge-tahui sedikit pun tentangnya… dan sampai-sampai bangunan sekolah pun sudah usang dan membu-tuhkan banyak bantuan dan lain sebagainya.

Sehabis shalat Zhuhur, roda bus pun sekali lagi berputar, dan dia pulang ke rumah dalam kondisi lelah dan penat.

Pada suatu malam, dia merasa takut dan cemas. Dia tidak bisa menjelaskan sebabnya, juga keresahan dan kegelisahan yang menimpanya yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. Ibunya mencemaskan dirinya dan sang bapak pun menangis di hadapannya setelah memintanya untuk tidak pergi pada hari itu, namun dia menolak. Para siswi sedang dalam masa ujian, dan dia harus berangkat kerja. Jika tidak, maka petaka bisa jadi akan menimpanya. Tidak ada alasan untuk tidak berangkat kerja pada pagi hari, meski dia sedang di-rundung kegelisahan dan kecemasan. Maka, dia pun menumpang bus yang membawanya berkeliling kota untuk menjemput teman-teman wanitanya untuk kemudian melanjutkan perjalanan yang cukup berat dan melelahkan.

Bus ini berukuran kecil, tapi diisi penumpang yang melampaui kapasitasnya. Kecepatan pun sema-kin bertambah meski jalanan banyak lobang dan polisi tidur. Semuanya terombang-ambing seperti bola dari satu tempat ke tempat lainnya, dan seolah-olah mereka sedang dalam kompetisi sepak bola. Semuanya men-jerit dan menyuarakan, "Hai supir, takutlah kepada Allah demi nyawa manusia…" Sang supir meng-anggukkan kepalanya menampakkan simbol kema-rahan, untuk bersikeras dalam aturannya yang telah ditetapkan dan dia merasa bangga dengan apa yang diperbuatnya.

Jalanan cukup sempit, dan butuh kehati-hatian dan kewaspadaan. Namun, supir tetap saja terburu nafsu dan kurang perhitungan. Pada salah satu tu-runan jalan, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah mobil yang datang bagaikan angin. Dengan cepat dia pun menekan rem agar bus berhenti dan dia bisa menye-lamatkan dirinya beserta para penumpangnya. Akan tetapi, kesigapan tidak bisa mencegah takdir. Maka, bus pun menubruk mobil yang datang berlawanan arah itu, dan seolah-olah keduanya bertarung dalam arena baku hantam, sehingga bus pun terbagi menjadi dua bagian. Sedang nasib seluruh penumpangnya ada yang seketika tewas, dan ada yang dalam kondisi se-karat di rumah sakit. Kondisi semuanya seperti apa yang selalu diucapkan oleh orang-orang Mesir dalam berbagai kejadian serupa: "di dalam suatu berita" (fi khabari kana). Yaitu, ungkapan berbau ejekan sewaktu terjadi tragedi yang mengenaskan. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah SWT.
(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN KARYA MUHAMMAD BIN SHALIH AL-QAHTHANI, PENERBIT DARUL HAQ, 021-4701616)
posted by remaja kini @ 4:41 PM   |